Monday 29 March 2010

Bertani dengan Cara Organik Ternyata Menguntungkan


Kekhawatiran penurunan hasil panen sempat menghantui. Namun, kekhawatiran itu berubah menjadi suka cita.

Itulah yang diarasakan Riono (45), warga Dusun Jasem, Desa Watu Galuh, Kecamatan Diwek, Jombang. Baginya, mengenal sistem pertanian organik membawa keberuntungan. Biaya produksi mampu ditekan sedangkan hasil panennya tetap memuaskan.

Diakui Riono, sejak menggeluti pertanian pada tahun 2004 lalu, dirinya selalu menggunakan pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik. Semakin lama, biaya produksi untuk lahan pertanian seluas 5.600 meter persegi yang digarapnya makin meningkat. Peningkatan biaya produksi pertanian itu tidak lepas makin meningkatnya kebutuhan pupuk setiap kali datang masa tanam.
Peningkatan biaya produksi tidak diimbangi dengan jumlah pendapatan dari hasil panen. Dari tahun ke tahun, kata Riono, hasil panennya terus-menerus mengalami penyusutan. “Ya waktu awal-awal dulu saya pakai pupuk dan pestisidanya itu dari toko yang buatan pabrik (kimia). Tapi kok rasanya itu, hasilnya makin menurun kalau panen dan kalau musim tanam itu kebutuhan pupuk terus meningkat. Jadi, biaya produksi itu sangat tinggi,” tutur mantan sopir angkutan umum ini.


Kalkulasi antara biaya produksi dan hasil panen yang tidak berimbang membuat Riono berfikir keras. Hingga akhirnya, Riono mencoba mengelola pupuk kandang untuk dijadikan pupuk bogasi.

Sejak dua tahun lalu, pada setiap masa tanam, suami Istibsaroh ini melakukan percobaan menggunakan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia. Memang, kata Riono, tidak semua lahan miliknya ditaburi dengan pupuk organik. Percobaan bertani menggunakan sistem pertanian organik dengan mengurangi pupuk kimia dan menggantinya dengan pupuk organik, dia terapkan pada lahan 2100 meter. “Setiap ganti musim tanam, saya terus ganti pupuk kimia dengan organik,”

Usaha keras Riono beserta isteri akhirnya membuahkan hasil. Pada panen kali ini, hasil panennya memuaskan meski dalam perlakuannya terhadap lahan pertanian dan tanaman dia menggunakan paket pupuk produksi pabrik. Lahan seluas 2100 meter persegi miliknya hanya dia beri pupuk organik hasil buatannya sendiri.

“Hasilnya cukup memuaskan, prosentase antara biaya produksi dan keuntungan sebesar 70% untuk hasil produksi dan 30% biaya produksi,” kata Riono.

Kini, Riono semakin yakin dengan sistem pertanian organik. Menurutnya, keuntungan menggunakan pupuk organik sangat banyak. Keuntungan itu meliputi tanaman lebih kebal terhadap penyakit, hasil panen lebih banyak, serta biaya produksi lebih sedikit. “Disamping itu, tanaman organik juga kuat menangkal hama dan beras lebih punel,” tutur Riono.

Istibsaroh (40), istri Riono, mengamini pernyataan Riono. Sebelum panen kali ini, keberhasilan bertani organik juga sudah dibuktikannya pada tanaman sayur. “Dulu itu suami saya pernah menanam cabai, tomat, terong dan jagung dengan organik juga dan hasilnya bagus,”

Untuk mengembangkan pertanian dengan sistem organik, Istibsaroh mengaku siap bahu membahu bersama suaminya. Dia pun tidak segan mengumpulkan kotoran ternak sapi sebagai bahan baku pupuk organik. (Eka Rimawati)

0 comments:

Post a Comment