Thursday 31 December 2009

TANGGAL BULAN HARI PENTING

JANUARI
1 Januari Tahun Baru Masehi
1 Januari Hari Perdamaian Sedunia
3 Januari HUT Departemen Agama
5 Januari HUT Kopr Wanita Angkatan Laut (KOWAL)
5 Januari HUT Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
10 Januari Hari Lingkungan Hidup Indonesia
10 Januari HUT Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
15 Januari Hari Peristiwa Laut dan Samudera
20 Januari Tahun Baru Hijriyah (1428)
25 Januari Hari Gizi Sedunia
25 Januari Hari Kusta Internasional
31 Januari HUT Nadhatul Ulama (NU)
FEBRUARI
2 Februari Hari Lahan Basah Sedunia
3 Februari Hari Lahan Basah Sedunia
4 Februari Hari Kanker Sedunia
5 Februari HUT Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
5 Februari Hari Peristiwa Kapal Tujuh
9 Februari Hari Pers Nasional (9 Februari 1946)
9 Februari Hari Kavaleri
13 Februari Hari Persatuan Farmasi Indonesia
14 Februari HUT Peringatan Pembela Tanah Air (PETA)
14 Februari Hari Valentine
18 Februari Tahun Baru Imlek (2558)
22 Februari HUT Istiqlal
28 Februari Hari Gizi Nasional Indonesia
MARET
1 Maret Hari Kehakiman Indonesia
6 Maret Hari Peristiwa Serangan Umum Di Yogyakarta
6 Maret HUT Kostrad
8 Maret Hari Wanita Internasional
9 Maret Hari Musik Nasional
10 Maret HUT Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI)
11 Maret Hari Peringatan Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR)
17 Maret Hari Raya Nyepi
18 Maret Hari Arsitektur Indonesia
20 Maret Hari Hutan Sedunia
22 Maret Hari Air Sedunia
23 Maret Hari Lahir Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
23 Maret Hari Meteorologi Sedunia
24 Maret Hari Peringatan Bandung Lautan Api
30 Maret Hari Film Indonesia
31 Maret Maulid Nabi Muhammad SAW
APRIL
1 April Hari Bank Dunia
6 April Hari Nelayan Indonesia
6 April Wafat Yesus Kristus
7 April Hari Kesehatan Internasional
9 April HUT Penerbangan Nasional
9 April HUT TNI Angkatan Udara
9 April HUT Suaka Indonesia (9 April 2006)
16 April HUT KOPASSUS (Komando Pasukan Khusus)
18 April Hari Peringatan Konferensi Asia Afrika
19 April HUT HANSIP
21 April Hari Kartini
22 April Hari Bumi (22 April 1970)
24 April Hari Angkutan Nasional
24 April Hari Solidarita Asia-Afrika
27 April HUT Lembaga Permasyarakatan Indonesia (LP)
MEI
1 Mei Hari Buruh Sedunia
1 Mei Hari Peringatan Pembebasan Irian Barat
2 Mei Hari Pendidikan Nasional
3 Mei Hari Surya
3 Mei Hari Pers Sedunia (3 April 1993)
4 Mei Hari Bangkit Pelajar Islam Indonesia
5 Mei Hari Lembaga Sosial Desa (LSD)
8 Mei Hari Palang Merah Internasional
11 Mei HUT POM TNI
17 Mei Hari Buku Nasional
17 Mei Kenaikan Yesus Kristus
19 Mei HUT Koprs Cacat Veteran Indonesia
20 Mei HUT Persatuan Wartawan Indonesia/PWI (20 Mei 1975)
20 Mei Hari Kebangkitan Nasional
21 Mei Hari Peringatan Reformasi
26 Mei Hari Pendidikan Nasional
29 Mei Hari Lanjut Usia (LANSIA)
31 Mei Hari Tanpa Tembakau Sedunia
JUNI
1 Juni Hari Raya Waisak
1 Juni Hari Lahir Pancasila
1 Juni Hari Anak-anak Sedunia
3 Juni Hari Pasar & Modal Indonesia
5 Juni Hari Lingkungan Hidup Sedunia
8 Juni HUT Serikat Penerbit Surat Kabar (8 Juni 1946)
17 Juni Hari Dermaga
21 Juni Hari Krida Pertanian
21 Juni Hari Musik Sedunia
22 Juni HUT Kota Jakarta
24 Juni Hari Bidan Indonesia
25 Juni Hari Persahabatan Sedunia
26 Juni Hari Anti Narkoba Sedunia
29 Juni Hari Keluarga Berencana Nasional
JULI
1 Juli HUT Bahyangkara
1 Juli Hari Anak-anak Indonesia
5 Juli Hari Bank Indonesia
9 Juli Hari Satelit Palapa
12 Juli Hari Koperasi Indonesia
22 Juli Hari Kejaksaan
23 Juli Hari Anak Nasional
23 Juli HUT Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
29 Juli HUT Bhakti TNI Angkatan Udara
AGUSTUS
3 Agustus Hari Ultah Ane gan!!
5 Agustus HUT Dharma Wanita Indonesia
7 Agustus HUT Aliansi Jurnalis Independen (7 Agustus 1994)
8 Agustus HUT ASEAN
10 Agustus HUT Veteran Nasional
11 Agustus Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAWt
13 Agustus Hari Peringatan Pangkalan Brandan Lautan Api
14 Agustus Hari Pramuka
17 Agustus Hari Kemerdekaan RI (17 Agustus 1945)
18 Agustus Hari Konstitusi Republik Indonesia
19 Agustus Hari Departemen Luar Negeri Indonesia
21 Agustus Hari Maritim Indonesia
24 Agustus HUT Televisi Republik Indonesia (TVRI)
30 Agustus Hari Orang Hilang Sedunia
SEPTEMBER
1 September Hari Polisi Wanita (POLWAN)
3 September Hari Palang Merah Indonesia
4 September Hari Pelanggan Nasional
8 September Hari Aksara
8 September HUT Pamong Praja
9 September HUT Partai Demokrat
9 September Hari Olahraga Nasional
11 September HUT Radio Republik Indonesia (ORARI)
17 September Hari Perhubungan Indonesia
21-22 September Hari Raya Idul Fitri
24 September Hari Tani Nasional
26 September Hari Statistik
27 September Hari Pos Telekomunikasi Telegraf (PPT)
28 September Hari Kereta Api
28 September Hari Jantung Sedunia
29 September Hari Bencana Internasional
29 September Hari Sarjana Indonesia
30 September Hari Pemberontakan G30S-PKI
OKTOBER
1 Oktober Hari Kesaktian Pancasila
2 Oktober Hati Batik
5 Oktober HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI)
9 Oktober Hari Surat Menyurat Internasional
10 Oktober Hari Kesehatan Jiwa
14 Oktober Hari Pangan Sedunia
15 Oktober Hari Hak Asasi Binatang
16 Oktober Hari Parlemen Indonesia
20 Oktober HUT Partai Golongan Karya (GOLKAR)
24 Oktober Hari Dokter Indonesia
24 Oktober Hari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
27 Oktober Hari Penerbangan Nasional
28 Oktober Hari Peringatan Sumpah Pemuda
29 Oktober HUT KORPRI
30 Oktober Hari Keuangan
NOVEMBER
3 November Hari Kerohanian
10 November Hari Pahlawan
12 November Hari Kesehatan Nasional
14 November HUT Brigade Mobil (BRIMOB)
14 November Hari Diabetes Sedunia
21 November Hari Pohon
22 November Hari Perhubungan Darat
25 November Hari Guru Nasional
DESEMBER
1 Desember Hari AIDS Sedunia
1 Desember Hari Artileri
2 Desember Hari Konvensi Ikan Paus
3 Desember Hari Cacat Internasional
5 Desember Hari Relawan Sedunia
9 Desember Hari Anti Korupsi Sedunia
9 Desember Hari Armada
10 Desember Hari Hak Asasi Manusia (HAM)
12 Desember Hari Transmigrasi
15 Desember Hari Infanteri
15 Desember Hari Cinta Puspa dan Satwa Indonesia
19 Desember Hari Bela Negara
22 Desember Hari Ibu
22 Desember Hari Sosial
22 Desember HUT Kopr Wanita Angkatan Darat (KOWAD)
25 Desember Hari Raya Natal
29 Desember Hari Keanekaragaman Hayati


Tuesday 29 December 2009

Sistem Irigasi Amburadul, Hasil Panen Turun 2


7000 Hektar Sawah Tergantung Hujan
Jombang – Ribuan hektar lahan pertanian pada 5 Kecamatan di Jombang terancam mengalami kekeringan setiap kali datang musim kemarau. Buruknya sistem pengairan diduga menjadi penyebab kekeringan yang berdampak pada turunnya hasil panen.

Padahal, sebelum tahun 1987, wilayah Kecamatan Megaluh, Kesamben, Tembelang, Peterongan dan Sumobito merupakan sentra penghasil gabah terbesar di Kabupaten Jombang. Namun, saat ini kondisi tersebut tak mampu diraih karena seringnya terjadi kekurangan air saat musim kemarau.

Ketua Induk Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Jombang, Burhanuddin mengatakan, kondisi pengairan untuk 5 Kecamatan di wilayah Jombang cukup memprihatinkan. 7000 hektar lahan pertanian selalu terancam mengalami kekeringan saat datang musim kemarau.

Menurut Burhanuddin, sejak tahun 1997, para petani di 5 Kecamatan tersebut sebenarnya sudah merasakan krisis air bagi lahan pertanian mereka. “Sampai sekarang, kalau tidak ada hujan sawah-sawah terutama di Kecamatan Kesamben, Peterongan dan Sumobito kekeringan,” katanya, Rabu (23/12) siang.

Pada tahun 2001, petani dan pengurus HIPPA sudah mengadukan perihal krisis air irigasi bagi lahan pertanian kepada pemerintah. Namun, hingga kini belum ada penanganan serius. Kondisi ini, kata Burhanuddin, berpengaruh pada hasil panen. “Padahal, sebelum Dam di Turipinggir (Megaluh) diperbaiki pada tahun 1986, daerah kami termasuk sentra beras,” ujarnya.

Pernyataan senada dikatakan Edy Danu Puspito, petani asal Kecamatan Kesamben. Sejak tahun 1997, petani di wilayah Kesamben seringkali mengalami kesulitan untuk mengairi sawah dari saluran irigasi. Agar petani bisa terus menanam, kata Edy, petani terpaksa memanfaatkan pompa air meski harus mengeluarkan modal lebih besar.

“Bisa dibayangkan berapa kerugian petani kalau menggunakan pompa air. Untuk mengairi lahan kurang dari 1 hektar, petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 300 ribu. Itupun hanya untuk beli solar saja,” ujar Edy.

Petani lainnya, Sadiri mengatakan, petani seringkali dirugikan dengan kecilnya aliran air yang sampai di Kecamatan Kesamben dan Sumobito. Ia bersama petani lain sudah beberapa kali melapor namun tidak ada tindakan serius dari Dinas Pengairan sehingga dari tahun ke tahun kondisinya tetap sama.

Sadiri pernah mencoba mengairi sawahnya dengan sumur bor. “Tapi biayanya cukup tinggi dan tidak sesuai dengan hasi panen yang didapat karena petani butuh banyak biaya,” ujarnya.

Kurangnya Pengawasan

Tidak cukupnya jatah air irigasi bagi lahan pertanian di Kecamatan Peterongan, Kesamben dan Sumobito diduga karena lemahnya pengawasan Dinas Pengairan. Banyaknya pencurian air disepanjang aliran irigasi membuat air seringkali tidak mencapai hilir.

Menurut Burhanuddin, Ketua Induk HIPPA Jombang, Tidak adanya tindakan tegas terhadap pencurian air disepanjang aliran irigasi membuat air tidak mampu mencapai hilir di Desa Podoroto Kecamatan Kesamben. “Mungkin manajemen pengairannya sudah bagus, tapi pencurian air dari daerah Kediri maupun di pintu air 30 di wilayah Kepuh Kajang (Bandar Kedungmulyo) sepertinya dibiarkan saja. Jadinya ya petani-petani dibawah yang tidak kebagian air,” ujarnya, Rabu (23/12).

Ia mengatakan, sistem continuous flow atau sistem mengairi lahan persawahan dengan cara menggelontorkan air tanpa gilir yang diterapkan sejak Senin (21/12), dinilai tidak bisa menjamin tercukupinya kebutuhan air jika tidak ada pengawasan. “Makanya, kami mendesak agar pemerintah segera memperbaiki manajemen dan mengawasi saat pembagian air bagi Jombang, serta meminta agar HIPPA-HIPPA yang sudah ada dibina secara baik dan tidak dibiarkan begitu saja,” kata Burhanuddin.

Hudi, petani asal Desa Pojok Kulon mengaku sering melakukan pengecekan kondisi air dan ditemukan banyak penyimpangan. Beberapa pintu air yang seharusnya ditutup justru dibiarkan tetap terbuka. Menurutnya, persoalan air tersebut sudah terjadi sejak tahun 1999.

“Tapi saat ada protes pada tahun 2002, sistem pengairan sempat diperbaiki dan petani tidak mengeluhkan air. Tapi setelah itu, kondisi kembali sulit dan tidak ada respon sama sekali dari pemerintah meski sering ada pelaporan,” ujarnya.

Hudi mengaku heran dengan kondisi yang terjadi sejak tahun 2002 lalu. Kesulitan air bagi lahan pertanian tetap terjadi meski sudah sering melapor. “Biasanya Dinas mengaku tandon air yang ada di Dam Solodono airnya tida mencukupi tapi kenapa pada tahun 2002 dulu bisa memenuhi,” katanya.

Mantan pengurus Forum Musyawarah Petani Jombang (FMPJ), Muhammad Subhan mengatakan, keluhan petani di Kecamatan Kesamben, Sumobito dan Peterongan terhadap kesulitan air seringkali hanya berujung dengan janji-janji. “Alasan Dam Solodono tidak cukup air itu merupakan lagu lama dan Dinas harus mengakui bahwa perbaikan managemen yang dijanjikan dulu gagal,” kritik pria yang kini aktif di Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama Jombang ini. (Ms/Whb/Er)

Sunday 20 December 2009

Kekeringan, Petani Kesamben Tunda Masa Tanam


Jombang – Ribuan hektar lahan pertanian di Kecamatan Kesamben, Jombang mengalami kekeringan. Petani setempat memilih menunda masa tanam karena minimnya debit air yang mampu mencukupi kebutuhan pertumbuhan tanaman.

Petani khawatir bakal merugi jika tetap memaksakan diri untuk menanami lahannya dengan tanaman pertanian. Menurut petani, benih yang sempat ditabur pada lahan yang kekurangan air tersebut akhirnya layu dan tidak bisa berkembang.

Ponisan, ketua Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Desa Jombatan, Kecamatan Kesamben mengatakan, kekeringan lahan pertanian di wilayahnya disebabkan oleh tidak baiknya sistem pembagian air. Jatah 18 kubik air yang seharusnya menjadi milik petani di Dusun Sapon, Tambakrejo dan Candi Desa Jombatan tidak pernah sampai ke tempat mereka.

“Hingga hari ini masih kekeringan. (kami) Tidak mendapatkan giliran sampai empat kali. Padahal, air itu seharusnya 18 kubik, tapi kenapa kok tidak sampai sini? Itu berarti dinas pengairan tidak adil, seumpama adil walaupun kecil pasti sampai,” ujar Ponisan, Kamis (17/12) siang.

Sekitar 500 hektar sawah di Desa Pojok Kulon, Kesamben mengalami kondisi serupa. Peristiwa kekeringan lahan saat musim kemarau di Desa tersebut bahkan terjadi sejak tahun 1997 lalu.

Menurut Ikhsan, ketua HIPPA Desa Pojok kulon, meski sudah pernah melaporkan kurangnya pasokan air bagi lahan pertanian di wilayahnya, namun hingga kini air tidak menyentuh lahan persawahan milik HIPPA Pojok kulon. “Persoalan (air) ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 90-an,” katanya.

Ihksan berharap pengaturan pembagian air agar lebih memperhatikan kebutuhan petani. Menurutnya, jika debit air bagi lahan pertanian tidak mencukupi, petani akan kesulitan untuk mengembangkan pertanian.

Sementara itu, kekeringan lahan juga melanda 200 hektar lahan persawahan di Dusun Sambigelar, Desa Pojok Kulon dan Desa Podoroto, Kesamben sebanyak 600 hektar. Beberapa waktu lalu, petani Desa Podoroto bahkan sempat melakukan protes dengan menanami saluran irigasi untuk lahan pertanian mereka dengan tanaman pisang.

Kurangnya Kepedulian Pemerintah
Kepentingan industri disinyalir menjadi penyebab berkurangnya jatah air bagi petani. “Kalau dulu, air itu nomor satu bagi petani. Tapi sekarang itu dinomor empatkan. Kalah dengan industri,” kata Nawun, petugas HIPPA Sambigelar.

Menurut Nawun, kepedulian pemerintah terhadap petani masih rendah. Kebutuhan petani akan air kurang diperhatikan karena pemerintah lebih mengutamakan kepentingan industri.

Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian NU Jombang, Muhammad Subhan mengatakan, kekeringan ribuan hektar lahan pertanian di wilayah Kecamatan Kesamben dan sekitarnya sebenarnya sudah dilaporkan pada tahun 2001 lalu. Namun, keluhan dari 3000-an petani di wilayah Kesamben hingga kini belum mendapat tanggapan menggemberikan.

Menurut pria yang dulu pernah aktif dalam Forum Musyawarah Petani Jombang (FMPJ) ini, keinginan petani agar pemerintah melakukan penyudetan terhadap Dam Jati Mlerek untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertanian tak pernah mendapat tanggapan. “Alasannya macam-macam. Salah satunya, kalau debit air sungai brantas berkurang karena disudet untuk kepentingan petani, maka ada perusahaan yang selama ini memanfaatkan sungai brantas akan rugi,” ujar Subhan.

Dia berharap, realitas kekeringan lahan yang dihadapi petani bisa direspon oleh pemerintah dengan memenuhi dan mengatur kebutuhan air bagi pertanian secara adil. (Ms/Er)

Friday 11 December 2009

Petani Sesalkan Amburadulnya Sistem Irigasi



Jombang – Buruknya sistem irigasi di Kabupaten Jombang dikeluhkan petani. Sistem pembagian air yang buruk membuat petani asal Kecamatan Kesamben, Tembelang, Sumobito dan sekitarnya sering dirugikan.

Kepala Dusun Sambigelar, Desa Pojok Kulon, Kesamben, Hudi mengatakan, petani di daerahnya sering menjadi korban atas buruknya sistem pengairan. Sistem irigasi yang buruk membuat petani setempat menunda masa tanam.

Berdasarkan penyelidikan petani setempat, buruknya sistem pengairan diketahui karena beberapa Dam irigasi yang seharusnya ditutup pada saat jatah air untuk wilayah Kesamben, namun Dam tersebut justru dibiarkan terbuka. Hal itu menyebabkan lahan pertanian di daerah Kesamben dan sekitarnya tidak kebagian air. “Gara-gara ini saya harus menunda masa tanam, karena lahan saya terlalu kering. Seharusnya saya menyebar bibit sjak desember awal,” kata Hudi, Rabu (9/12).

Hal senada diungkapkan Imam Setiobudi, Petani asal Dusun Pulorejo, Tembelang. Ia mengaku jengkel karena buruknya sistem irigasi yang merugikan petani terus menerus terjadi sejak tahun 2002 lalu dan hingga kini belum ada perbaikan.

Imam Setiobudi mengatakan, saat musim kering, lahan pertaniannya tidak bisa mendapatkan jatah air yang cukup pengairan lahan pertanian. Namun, kondisi itu berubah saat musim hujan tiba. Lahan pertaniannya menjadi kebanjiran air karena air dari Dam irigasi pusat tidak dibendung dan langsung digelontorkan kebawah. “Saya sudah pernah lapor ke Dinas Pengairan katanya mereka masih memperbaiki sistem manajemen, tapi kenyataannya samapi sekarang masih seperti ini sistemnya,” keluhnya.

Sementara itu, M. Subhan, Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdatul Ulama (LP2NU) Jombang mengatakan, persoalan irigasi merupakan masalah lama tidak kunjung ada penyelesaian dari Pemerintah Kabupaten Jombang.

Menurut Subhan, buruknya sistem irigasi sebenarnya pernah dilaporkan petani kepada Dinas Pengairan Kabupaten Jombang. Namun, dari laporan dan protes yang dilakukan petani pada tahun 2002 lalu, hingga kini belum ada perkembangan positif. “Perbaikan manajemen yang telah dijanjikan oleh Pemerintah kabupaten Jomabang khusunya Dinas Pengairan gagal total,” ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Suhardy mengatakan, sistem irigasi untuk lahan pertanian diluar kewenangannya. “Itu diluar tanggung jawab kami, kewenangan kami adalah ketika air sudah berada di dalam lahan,” katanya saat dihubungi via phone.

Sementara, Kepala Seksi Operasional, Dinas Pengairan Jombang, Sutrisno, mengakui sistem pengairan untuk pertanian pada beberapa wilayah di Jombang masih butuh pembenahan. Tidak meratanya pembagian air kepada petani, kata Sutrisno, tak lepas dari ulah petani yang sering melakukan pencurian air dengan membuat saluran air sendiri.

“Untuk manajemen pengairan kita sudah berusaha memperbaiki. Tetapi jika sampai hari ini sistemnya masih dianggap buruk, itu diluar kemampuan kami. Kami sudah berusaha membagi (air) secara adil, tetapi masih ada petani yang memilih membuat saluran air sendiri,” ujarnya. (Er)

Wednesday 2 December 2009

Ujang, Anak Kemarin Sore dan Pertanian Organik



Petani konvensional di tanah Sunda umumnya mengenal falsafah ”kadenge, kadeuleu, karampa, karasa” atau mendengar, melihat, meraba, dan merasakan. Bagi Ujang Ahmad Zaenal Muttaqin, falsafah yang dianut oleh para petani tradisional tersebut menjadi hambatan serius ketika dia ingin mengajak mereka untuk bertani organik.

Para petani konvensional harus mendengar, melihat, dan meraba dulu baru mereka percaya terhadap teknologi baru dalam bertani. Susahnya minta ampun untuk meyakinkan petani konvensional bahwa bertani organik dengan cara budidaya baru itu merupakan cara terbaik guna meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Ujang, ayah dua anak ini.

Kegelisahan Ujang terhadap nasib petani di desanya, Jambenenenggang, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mulai muncul sekitar akhir tahun 2000. Ketika itu Ujang baru kembali dari Jepang, setelah bekerja di sebuah pabrik sejak tahun 1997.

Ketika di Jepang, setiap akhir pekan Ujang menyempatkan diri magang di sebuah sentra pertanian. Ini bisa dia lakukan dengan rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi. Di sini dia melihat pertanian yang sudah sistematis dikerjakan mesin. Petani di Jepang hanya menjadi operator sejak membajak sawah, menyemai, menanam, hingga memanen. ”Produktivitas lahan mereka tinggi, mencapai 11 ton per hektar waktu itu,” ceritanya.

Pulang ke Indonesia, Ujang membuang mimpinya untuk melihat petani di kampungnya mengoperasikan mesin di sawah. Namun, muncul keyakinannya bahwa petani bisa meningkatkan taraf hidup jika mereka mau. ”Dari teknologi, jelas kita ketinggalan (dari Jepang). Tapi, kalau petani mau mengubah pola bertaninya, saya yakin mereka bisa meningkatkan taraf hidup,” kata Ujang.

Petani miskin

Lulusan Madrasah Aliyah Negeri Syamsul Ullum Sukabumi itu mendapati petani di sekitarnya sebagai petani miskin yang penghasilannya amat kecil. ”Di lahan seluas 1 hektar, petani penyewa hanya mendapat pemasukan sebesar Rp 2 juta selama satu musim, atau sekitar Rp 500.000 per bulan,” kata Ujang.

Penghasilan itu dihitung dari ongkos produksi, mulai dari pupuk dan pengolahan lahan sebesar Rp 2,2 juta per hektar serta sewa lahan Rp 7 juta per hektar per musim.

Hasil panen mereka hanya 5,6 ton per hektar dan dijual dengan harga Rp 2.000 per kilogram. Dengan demikian, panen semusim hanya memberi hasil Rp 11,2 juta. Setelah dikurangi ongkos produksi dan sewa lahan, petani hanya memperoleh Rp 2 juta per musim. ”Kami mengenal istilah, petani hanya timbul daki setelah bertani karena mereka memang tidak mendapat apa-apa,” kata Ujang.

Dengan falsafah yang dianut oleh para petani konvensional itu, dia harus memulai lebih dulu bagaimana bertani organik dan budidaya yang baik hingga bisa memberikan keuntungan.

Ketika memulai cara bertani organik, banyak petani konvensional yang mencemooh Ujang. Apalagi, dia masih termasuk ”anak kemarin sore” di kampung Kebonpedes. ”Banyak petani yang mengatakan bahwa mereka lebih dulu bertani daripada saya, jadi tentunya merasa lebih tahu. Saya diam saja, tetapi tetap yakin ketika melihat hasilnya, mereka akan percaya,” katanya.

Ujang kemudian memulainya dengan mengganti pupuk pabrik dengan pupuk kompos dari tumbuh-tumbuhan hijau dan granole (pupuk dari kotoran hewan yang dicampur dengan dekomposer). Ujang memerlukan waktu tiga musim untuk mengakhiri penggunaan pupuk pabrik karena kondisi tanah belum terbiasa.

Dia memproduksi sendiri granole dengan maksud agar tak bergantung pada pihak mana pun. Dia mendapatkan kotoran hewan dari warga yang beternak sapi dan para tetangga yang memiliki kambing dan ayam.

Apabila menggunakan kompos, sawah seluas 1 hektar memerlukan sekitar 5-7 ton. Adapun dengan granole, sawah luas yang sama hanya memerlukan 500 kilogram sampai 1 ton. Kebutuhan ini tergantung dari kondisi keasaman tanah.

Beralih ke organik

Selain beralih ke pertanian organik, Ujang juga memulai budidaya bertani yang baru, yakni dengan mengurangi penggunaan benih padi.

”Petani konvensional biasanya menggunakan hingga delapan bibit dalam satu lubang. Ketika tumbuh, maksimal hanya 18 anakan yang jadi karena bibit sulit tumbuh,” katanya.

Adapun cara yang dilakukan Ujang adalah dengan menggunakan satu-dua bibit saja per lubang. Ternyata setelah tumbuh, tanaman itu bisa menghasilkan 25 anakan per lubang.

Dengan cara itu, dia hanya memerlukan paling banyak 8 kilogram benih per hektar. Bandingkan dengan petani konvensional yang memerlukan benih sampai 35 kilogram per hektar.

Masih belum puas, Ujang berusaha menambah pengetahuan bertaninya dengan mengikuti Sekolah Lapangan Pengelola Tanaman Terpadu (SLPTT) di Kebonpedes. Terbukti, Ujang bisa mendongkrak produktivitas tanaman padinya menjadi 8 ton lebih per hektar.

Adapun ongkos produksi yang diperlukan Ujang untuk mengolah 1 hektar lahan hanya Rp 2,1 juta. Ditambah sewa lahan Rp 7 juta, dia hanya menghabiskan biaya sebanyak Rp 9,1 juta. Namun, hasil panen dan harganya bisa naik signifikan.

Dengan hasil panen padi organik pada musim terakhir sebanyak 8,82 ton per hektar dan harga gabah basah Rp 2.400 per kilogram, Ujang memperoleh penghasilan Rp 21,168 juta. Jumlah itu, setelah dikurangi modal kerja, masih bersisa Rp 12,068 juta dalam semusim, atau Rp 3 juta per bulan.

Melihat keberhasilan Ujang, puluhan petani konvensional dan pemuda pengangguran di Kebonpedes mulai tertarik menekuni pertanian organik. Dalam satu musim terakhir, delapan kelompok tani setempat meminta Ujang mendampingi mereka mempraktikkan cara bertani organik. Setiap kelompok tani itu mempunyai anggota 20-25 petani.

Seiring dengan makin banyaknya petani konvensional yang menerapkan pertanian organik dan cara budidaya baru itu, Ujang yakin petani di Kebonpedes akan mandiri. ”Apa lagi yang mau dibantah? Pupuk sudah bisa kami produksi sendiri dan harga gabah padi organik juga jauh di atas harga padi nonorganik. Kalau ada kemauan, sebenarnya tidak sulit menjadi petani mandiri,” kata Ujang.

Jombang Dinilai Belum Siap Laksanakan Pertanian Organik

JOMBANG, KOMPAS.com- Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama atau Lakpesdam NU Kabupaten Jombang menilai Pemerintah Kabupaten Jombang belum siap melaksanakan konsep pertanian organik.

Penilaian disampaikan Lutfi Prasetyo Aji dari Divisi Advokasi Lakpesdam NU Jombang, Senin (20/7). Menurut dia, penyebabnya adalah paradigma soal pertanian organik belum terbangun utuh, karena masih relatif lemahnya infrastruktur seperti kemampuan penyuluh pertanian dan petani ya ng masih belum memahami secara utuh konsep pertanian organik.

Akibatbya adalah munculnya ketakutan para petani yang merisaukan soal pemasaran hasil panen padi organik yang mereka tanam. Itu misalnya terjadi di Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, sejak pekan pertama bulan ini.

Tuesday 1 December 2009

Kembangkan Pertanian Organik Di Tengah Isu Kelangkaan Pupuk



Jombang – Sejumlah petani dari beberapa wilayah di Kabupaten Jombang mulai mengembangkan sistem pertanian organic. Mereka memproduksi pupuk organik serta membuat obat-obatan tanaman dari bahan alami untuk tanaman mereka.
Hal itu sebagaimana dilakukan oleh Petani Alami Watugaluh (PAW), Desa Watugaluh, Diwek Jombang, Rabu (25/11) lalu. 25 orang petani setempat secara bersama-sama membuat pestisida nabati sebagai obat-obatan bagi tanaman mereka. Sebelumnya, pada Minggu (22/11), kelompok tani tersebut juga membuat pupuk organic yang berasal dari kotoran ternak.
Kelompok tani lainnya, yakni kelompok tani Desa Palrejo, Sumobito, kelompok tani Pulorejo, Tembelang serta para petani dari Katemas, Kudu, Jombang juga melakukan serupa.
Petani berharap, kemampuan memproduksi pupuk dan pestisida organik bisa membantu mereka ditengah kelangkaan pupuk serta kemungkinan bakal naiknya Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi dipasaran. (dn)

Sunday 29 November 2009

Pestisida Organik? Mengapa Tidak

Tidak bisa dipungkiri bahwa pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern dan
mempunyai peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Pestisida merupakan
zat kimia serta jasad renik dan virus yang digunakan membunuh hama dan penyakit. Dan
sektor terbesar yang sering memakai pestisida adalah sektor pertanian. Penggunaannya
meliputi sektor perikanan, perkebunan dan pertanian tanaman pangan yang menangani
komoditi padi, palawija, dan hortikultura (sayuran, buah-buahan dan tanaman hias).
Penggunaannya dengan cara yang tepat dan aman adalah hal mutlak yang harus dilakukan
mengingat walau bagaimanapun, pestisida adalah bahan yang beracun. Penggunaan pestisida
yang salah atau pengelolaannya yang tidak bijaksana akan dapat menimbulkan dampak
negatif, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
FAKTA DAN DATA AKIBAT BURUK PESTISIDA
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa :
Diketemukannya data penyakit-penyakit akut yang diderita pada kelompok petani, seperti
hamil anggur pada isteri-isteri petani di Lembang.
12 orang petani di Klaten meninggal dunia akibat keracunan pestisida.
18 penduduk transmigrasi di Lampung Utara meninggal akibat racun tikus, penyakit kulit
eksim basah, TBC, kanker saluran pernafasan.
25% dari 2400 wanita pada tahun antara 1959 – 1966 yang pernah melahirkan bayi
dengan bobot di bawah normal memiliki kandungan DDT yang telah terurai pada darahnya
lima kali lebih besar dari kadar normal.
Tahun 2001 terjadi kematian pada ayam-ayam di sekitar lahan pertanian akibat akumulasi
paparan pestisida yang terbawa angin. (Kusnadi Umar Said, Puncak Jawa Barat).
Logam berat yang merupakan unsur pestisida biasanya ditimbun di dalam hati, sehingga
mempengaruhi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Pestisida juga dapat mengganggu peredaran hormon sehingga menyebabkan efek
testikular dan menimbulkan sejumlah penyakit seperti kanker prostat, problem reproduksi
perempuan, kanker payudara, dan perubahan perilaku.
Sebuah penelitian di Cina, bahkan mengungkap pria yang terkena pengaruh pestisida
selama bekerja ternyata berisiko mendapat gangguan kualitas sperma yang dapat
mempengaruhi kesuburan.
Ditemukan katak cacat tanpa sebelah kaki akibat penggunaan pestisida kimia oleh staf
pengajar Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fak. Kehutanan IPB.
Penipisan cangkang telur burung elang.
Mengganggu kehidupan perairan, misalnya membunuh ikan – ikan.
Gejala keracunan yang disebabkan oleh berbagai golongan pestisida :
Golongan Pestisida Cara bekerjanya Gejala keracunan yang timbul
Klor organik : endrin, aldrin,
endosulfan(thiodan), dieldrin,
lindane(gamma BHC), DDT
Mempengaruhi susunan syaraf pusat
terutama otak
Mual, sakit kepala, tak dapat
berkonsentrasi. Pada dosis tinggi dapat
terjadi kejang-kejang muntah dan dapat
terjadi hambatan pernafasan
Fosfat organik: mevinfos (fosdrin),
paration, gution, monokrotofos
(azodrin), dikrotofos, fosfamidon,
diklorvos (DDVP), etion, efntion,
diazinon.
Menghambat aktivitas enzim
kholinnestrase
Sakit kepala, pusing-pusing, lemah,
pupil mengecil, gangguan penglihatan
dan sesak nafas, mual, muntah, kejang
pada perut dan diare, sesak pada dada
dan detak jantung menurun.
Karbamat : aldikarb(temik), carbofuran
(furadan), metomil (lannate), propoksur
(baygon), karbaril (sevin)
Menghambat aktivitas enzim
kholinestarse, tetapi reaksinya
reversible dan lebih banyak bekerja
pada jaringan, bukan dalam
darah/plasma.
Tanda-tanda keracunan umunya
lambat sekali baru terlihat
Dipiridil : paraquat, diquat dan
morfamquat
Dapat membentuk ikatan dan merusak
jaringan ephitel dari kulit, kuku, saluran
pernafasan dan saluran pencernaan,
sedangkan larutan yang pekat dapat
menyebabkan peradangan.
Gejala keracunan selalu lambat
diketahui, seperti perut, mual, muntah
dan diare karena ada iritasi pada
saluran pencernaan. 48-72 jam baru
gejala kerusakan seperti ginjal seperti
albunuria, proteinura, hematuria, dan
peningkatan kreatinin lever, 72 jam-14
hari terlihat tanda-tanda kerusakan
pada paru-paru
Antikoagulan : tipe kumarin (warfarin),
tipe 1,3 indantion: difasinon, difenadion
(Ramik)
Pestisida ini cepat diserap oleh
pencernaan makanan, penyerapan
dapat terjadi sejak saat tertelan sampai
2-3 hari.Kumrain dapat diserap melalui.
Kedua tipe pestisida ini
Hematuria (kencing berdarah), hidung
berdarah, sakit pada rongga perut,
kurang darah dan kerusakan ginjal
Arsen : arsen trioksid, kalium arsenat,
asam arsenat dan arsin(gas).
Menghambat pembentukan zat yang
berguna untuk koagulasi/pembekuan
darah antara lain protrombin
Keracunan arsen pada umumnya
melalui mulut walaupun bisa juga
diserap melalui kulit dan saluran
pernafasan
Pada keracunan akut: nyeri pada perut,
muntah dan diare. Pada keracunan sub
akut akan timbul gejala seperti sakit
kepala, pusing dan banyak keluar ludah
PERTANIAN ORGANIK
Saat ini, pangan organik merupakan trend komoditas bisnis yang sangat bagus. Berbagai
seminar – seminar pun sering dilakukan, baik oleh pihak departemen pertanian, departemen
kesehatan, para pejabat teras, bulog bahkan LSM – LSM pun turut serta dalam berpartisipasi
agar masyarakat indonesia dan para petaninya agar untuk mengkonsumsi dan menanam
pangan organik.
Sekarang rata – rata para petani di Indonesia sudah banyak yang membuka lahan dan
mengembangkan pertanian organik. Terbukti menurut komentar para petani yang sudah 5
sampai dengan 8 tahun mengembangkan dan membudidayakan pertanian organik,
pendapatan petani tanaman organik menuju keadaan membaik daripada petani dengan
pertanian kimiawi/anorganik. Alasannya di samping pendapatan hasil pertaniannya meningkat
plus mereka juga menikmati pola dan gaya sehat secara alamiah dan murah.
PESTISIDA ORGANIK
Di era serba organik seperti sekarang ini, penggunaan pestisida organik cukup mendukung
untuk mengatasi masalah gangguan serangan hama tanaman komersial. Pestisida organik
pun dapat menjamin keamanan ekosistem. Dengan pestisida organik, hama hanya terusir
dari tanaman petani tanpa membunuh. Selain itu penggunaan pestisida organik dapat
mencegah lahan pertanian menjadi keras dan menghindari ketergantungan pada pestisida
kimia.
Penggunaan pestisida organik harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan kesabaran
serta ketelitian. Banyaknya pestisida organik yang disemprotkan ke tanaman harus
disesuaikan dengan hama. Waktu penyemprotan juga harus diperhatikan petani sesuai
dengan siklus perkembangan hama.
Untuk pencegahan adanya hama, penyemprotan dapat dilakukan secara periodik pada
tanaman sayuran. Sebaiknya dalam waktu satu minggu sekali atau disesuaikan dengan
ada tidaknya hama karena hama selalu berpindah.
Berbagai jenis pestisida organik antara lain :
Pestisida yang berasal dari ikan mujair. Pestisida dari ikan mujair dapat mengatasi
hama tanaman terong dan pare, baik itu ulat, serangga, ataupun jamur. Cara membuat
pestisida organik dari ikan mujair : 1 kg ikan mujair dari empang, dimasukkan ke
plastik, dibiarkan selama 3 hari. Kemudian direbus dengan dua liter air selama dua jam
dan disaring. Dapat digunakan secara langsung atau ditambahkan tembakau dahulu.
Pestisida organik lainnya dapat diperoleh dari biji mahoni, kunyit, jahe, serai dan cabe.
Pembuatannya dengan dihaluskan, diberi air, diperas dan disaring. Untuk cabe saat
penyemprotan harus hati-hati jangan sampai berbalik arah mengenai manusia.
Pestisida dari mahoni untuk mengatasi hama tanaman terong dan pare, baik itu ulat,
serangga, ataupun jamur. Kunyit, jahe, serai untuk mengatasi jamur tanaman dan
buah. Cabe untuk mengatasi semua jenis hama kecuali hama di dalam tanah.
Selain dengan pestisida organik buatan, pengusiran hama lalat buah juga dapat
dilakukan dengan pengalihan perhatian hama pada warna-warna yang disukainya.
Caranya dengan memasang warna tertentu yang bisa menarik lalat buah di sekitar
tanaman. Pertanian secara tumpang sari juga bisa menjadi alternatif mengurangi
hama tanaman tertentu.

RAMUAN PENGENDALI HAMA DARI PESTISIDA ORGANIK

Ramuan Pengendali Hama Wereng dan Ulat
Bahan Cara Pembuatan
Daun mindi
Daun arum dalu (sedap malam)
Daun jenu/tuba (Derriseleptica, dalam
Bahasa Inggris : Derris, tuba root. Tumbuhan
berkayu memanjat dengan setiap ranting
mengandung 7 - 15 pasang daun, daun
muda berrambut kaku pada kedua
permukaannya. Di bahagian bawah daun
diliputi oleh bulu lembut berwarna perang.
Mahkota bunganya berwarna merah muda
serta sedikit berbulu. Tumbuhan ini juga
mempunyai buah berbentuk lonjong atau
lonjong-menjorong, dengan sayap yang tipis
di sepanjang kedua sisi. kekacang nipis dan
rata berukuran 9 cm, lebar 0.6 - 2.5 cm. dan
terdapat 1 - 4 biji dalam satu kekacang.)
Tembakau rokok
Masing-masing daun mindi, daun sedap malam
dan daun jenu/tuba ditumbuk halus secara
terpisah dengan mencampurkan sedikit air,
kemudian diperas pada wadah yang berbedabeda
Ketiga air perasan bahan-bahan di atas dicampur
dengan perbandingan 1 : 1 : 1
Rebus daun tembakau hingga mendidih, biarkan
hingga dingin dan air sarinya diambil
Iris labu siam untuk diambil getahnya
Seluruh bahan-bahan di atas dicampur hingga
merata dan masukkan ke dalam botol, kemudian
diamkan selama satu minggu
Bahan tersebut siap digunakan dengan
melarutkan ke dalam air dengan perbandingan 1
– 2 sendok teh untuk 1 liter air.

Ramuan Mengatasi Ulat
Bahan Cara Pembuatan Kegunaan
Daun gamal (Gliricidia sepium, Inggris :
Gliricidia, mother of cocoa. Batang
tunggal atau bercabang, jarang yang
menyemak, tinggi sampai 15 m. Batang
tegak, halus, kulit beralur, diameter
hingga 30 cm, dengan atau tanpa cabang
di dekat pangkal tersebut. Kulit batang
coklat keabu-abuan dengan alur-alur kecil
pada batang yang telah tua. Daun
majemuk menyirip, panjang 19-30 cm,
terdiri 7-17 helai daun dengan posisi
saling berhadapan kecuali di bagian
ujung ibu tangkai, berbentuk jorong atau
lanset. Perbungaan majemuk aksiler,
kelopak bunga berbentuk lonceng, daun
mahkota berwarna putih ke merahjambuan
atau ungu, yang akan berubah
menjadi kekuningan mendekati pangkal
bunganya. Buah polong, pipih, tangkai
buah kecil, kulit buah dewasa terpuntir
ketika terbuka. Satu buah mengandung 4
– 10 biji, biji berbentuk jorong,
panjangnya sekitar 10 mm, mengkilap,
dan berwarna merah kecoklatan Daun gamal ditumbuk
sampai halus dan dimasak
dengan 5 liter air, lalu
dinginkan.
Tambahkan tembakau
sambil diaduk-aduk.
Didiamkan selama satu
malam.
Air sarinya siap digunakan
dengan perbandingan ¼ liter
untuk 10 liter air.
Memberantas ulat
gerayak dan ulat
lainnya
Tumbuhan perintis/reklamasi) 1 kg
Air 5 liter
Tembakau 2 ½ gram

Ramuan Mengatasi Hama Wereng
Bahan Cara Pembuatan Kegunaan
Buah kecubung
wulung 2 butir
Akar jenu/tuba 1 kg
Air 1 liter
Bahan-bahan ditumbuk halus dan
direbus sambil diaduk-aduk hingga
airnya mendidih
Dinginkan dan airnya disaring
Bahan siap digunakan
Satu liter bahan dicampur
dengan 16 liter air untuk
memberantas hama wereng

Ramuan Pengendali Walang Sangit
Bahan Cara Pembuatan
Brotowali 1 Kg dan 2 butir buah kecubung
wulung (Inggris : Downy thorn apple, metel
thorn apple. Buahnya buah kotak,
berbentuk bulat, berduri tempel dan tajam.
Bijinya banyak, kecil-kecil, gepeng
berwarna kuning kecoklatan.)
Kedua bahan ditumbuk halus dan direbus
dengan 1 liter air
Dinginkan kemudian disaring
Bahan siap digunakan dengan mencampurkan
16 liter air

Ramuan Pengendali Ulat Penggerek Batang dan Ulat Gerayak
Bahan Cara Pembuatan
Daun sampang
Daun soka geni (Inggris : Chinese ixora.
Perdu dengan banyak batang, tinggi hingga
2 m. Daun membundar telur sungsangmelonjong,
menjangat, pangkal membulat,
menjantung atau kadang-kadang
menumpul, ujung menumpul, tangkai
pendek, daun penumpu bertugi panjang.)
Daun mindi
Labu siam
Bahan-bahan dedaunan ditumbuk halus
kemudian airnya diperas
Ambil getah labu siam, lalu dicampur dengan
perasan dedaunan
Bahan didiamkan 1 minggu
Bahan siap digunakan untuk 1 – 2 sendok
dicampur dengan 1 liter air

Ramuan Pengendali Ulat, Wereng, dan Jamur
Bahan Cara Pembuatan
Lengkuas/laos 1 kg
Jahe 1 kg
Kunyit/kunir 1 kg
Umbi gadung 1 kg
Seluruh bahan ditumbuk atau diparut
Peras airnya dan dicampur satu sama lainnya
Bahan disimpan dalam botol selama 1 minggu dan siap digunakan
Satu sendok bahan dapat dicampur dengan 1 liter air
Akar jenu/tuba 1 kg

Ramuan Pengendali Kupu-kupu dan Ngengat
Bahan Cara Pembuatan
Bawang putih atau bawang merah 1
kg
Air secukupnya
Bahan ditumbuk halus dan tambahkan air 1 liter
Diaduk-aduk hingga rata dan airnya disaring
Bahan siap digunakan dengan mencampur 1 gelas
dengan 10 liter air

Fungsida Alami untuk Memberantas Jamur

Bahan Cara Pembuatan
Lengkuas/laos 1 kg
Kunyit/kunir 1kg
Jahe 1 kg
Ketiga bahan ditumbuk atau diparut
Ambil sarinya dengan cara diperas
Bahan siap digunakan untuk 2 sendok makan dicampur dengan air 10 –
15 liter


Ramuan Pemberantas Ramuan Keriting Pada Cabai
Bahan Cara Pembuatan

Abu dapur 2 kg
Tembakau ¼ kg
Bubuk belerang 3 ons
Semua bahan dilarutkan kedalam air selama 3 – 5 hari
Bahan siap digunakan dengan mencampurkan air 10 liter untuk 1
gelas


Ramuan Mempercepat Tanaman Berbuah
Bahan Cara Pembuatan
Telur ayam kampung 2 butir
Gula pasir atau tetes tebu 2
ons
Jeruk nipis 3 – 4 butir
Madu 3 sendok makan
Telur ayam dikocok/diaduk hingga kuning dan putih telurnya
tercampur secara merata
Gula dilarutkan kedalam 1 liter air
Peras jeruk nipis dan ambil airnya
Semua bahan dicampur sambil diaduk hingga merata atau
dapat ditambahkan madu
Larutan siap digunakan untuk ½ gelas dicampur dengan 14
liter air
Disemprotkan pada bagian bawah daun setiap 10 hari
Penyemprotan dihentikan bila bunga sudah terbentuk

Sebagaimana informasi yang kami sampaikan pada Sapa Nusantara sebelumnya, pestisida
organik ini cocok pula digunakan untuk tanaman – tanaman di pekarangan anda. Pestisida
organik? Mengapa tidak.

[dari berbagai sumber]

Friday 27 November 2009

Pertanian Organik : Hambatan dan Keuntungan

Saat ini, pertanian organik adalah pilihan yang baik bagi petani yang ingin melakukan pertanian yang berkelanjutan.
Terdapat sejumlah hambatan dan keuntungan dari pertanian organik. Hambatan pertanian organik di Indonesia adalah :

1. Pupuk organik masih digunakan sebagai pupuk pelengkap, disamping pupuk kimia, karena adanya target produksi. banyak petani di Indonesia beranggapan bahwa pupuk organik tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dan memiliki respon yang lebih lamban. Sebenarnya, ada laporan dari Amerika, bahwa efek dari pupuk organik sebesar 14 ton setahun tiap unit area selama 8 tahun akan tetap ada walaupun setelah 40 tahun dari pengaplikasian pupuk terakhir.
2. Pengendalian hama secara biologis masih dipandang mahal dan kurang efektif bagi petani umumnya.
3. Wilayah pertanian organik yang tidak terisolasi dengan pertanian konvensional, membuat pertanian organik lebih rawan terhadap hama.
4. Hasil produksi masih dibawah hasil pertanian konvensional.
5. Produk pertanian organik masih dipandang mahal.
6. Kurangnya informasi tentang pertanian organik.]
7. Tidak adanya peraturan yang jelas dari pemerintah yang mendukung pertanian organik.
8. Yang tidak ada di artikel asli : Para petani enggan menggunakan pupuk organik secara keseluruhan karena pupuk kompos menyebabkan banyak tumbuh gulma.

Keuntungan pertanian organik antara lain adalah :

1. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan sejumlah organisme pengganggu tanaman.
2. meningkatkan aktivitas mikroorganisme antagonis yang bisa membantu meningkatkan kesuburan tanah.
3. mencegah erosi.
4. meningkatkan cita rasa hasil pertanian.
5. Meningkatkan kandungan nutrisi.
6. Meningkatkan tekstur buah.
7. meningkatkan waktu penyimpanan.

Wednesday 18 November 2009

Pembuatan Pestisida Organik

DAUN SIRSAK UNTUK ATASI TRIPS
Petani Menulis :Dari PetaniOleh Petani Untuk Petani
Daun Sirsak untuk atasi Thrips
Daun Sirsak (Nangka Belanda) ternyata dapat digunakan sebagai bahan pestisida organik untuk mengendalikan Hama Thrips pada tanaman Cabai.
Caranya :
50 - 100 lembar daun sirsak dihaluskan (boleh pake blender) dan dicampur dengan 5 liter air kemudian didiamkan selama sehari semalam, rendaman tersebut kemudian disaring dengan kain.
1 liter hasil saringan dapat dicampurkan dengan 1 tangki semprot ukuran 17 liter, dan gunakan untuk menyemprot tanaman cabe, Thrips pun akan lenyap.

Padi Organik Terganjal Pemasaran

Jombang (beritajatim.com) - Menjelang panen perdana padi organik, petani yang ada di Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, resah. Pasalnya, para petani yang lahannya dijadikan obyek percontohan program system of rice intensification (SRI) ini kesulitan masalah pemasaran.
Sudah begitu, hasil panen mereka juga dipastikan menurun dari biasanya. Sebagian besar petani takut jika tidak ada pembeli. Akibatnya, para petani terpaksa menjualnya langsung ke pasaran. Namun resikonya adalah rugi besar, mengingat kuantitas panen mereka merosot hingga 50%.
Muhammad Sjafii (58) salah satu petani mengatakan ia sudah “merelakan” sawahnya seluas 250 ru (sekitar 3.562 meter persegi) untuk ditanami padi organik. Sehingga, sejak 2 bulan terakhir itu Sjafii dan puluhan petani lain di Sudimoro hanya menggunakan pupuk kompos, MOL (Mikro Organisme Lokal), dan beberapa jenis pupuk organik lainnya.
Namun para petani sedikit resah, ketika mengamati pertumbuhan padi organik mereka. “Jika diamati, pertumbuhan tanaman tidak seperti dengan padi biasa. Nampaknya hasil panen kita akan merosot tajam,” ungkap Sjafii kepada beritajatim.com, Senin (20/7/2009).
Kepala Desa Sudimoro, Sunan (45), membenarkan adanya keresahan para petani di desanya. Penyebabnya adalah menurunnya jumlah produksi padi, sebagai resiko awal penggunaan pupuk organik. Menurut Sunan, penerapan penggunaan pupuk organik memang sudah mendesak dilakukan. Mengingat kondisi tanah pertaniaan saat ini sudah mengkhawatirkan, karena ‘dihajar’ pupuk kimia.. “Sebenarnya, penurunan hasil panen sudah menjadi resiko,” ujar Sunan sembari mengatakan bahwa penurunan tersebut sampai 3 hingga 7 tahun ke depan.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Suhardi, berjanji akan mencarikan pasar padi organik tersebut. Suhardi optimis bahwa sudah ada pembeli dari luar kota yang akan menampung hasil panen padi organik tersebut. Informasi itu didapat dari perwakilan petani yang mengikuti seminar dan pembinaan di Bogor , beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Dinas Pertanian belum dapat memastikan apakah hasil panen padi organik itu akan mendapatkan harga yang layak. “Kami terus memantau perkembangan petani padi organik di Sudimoro. Termasuk untuk pemasarannya. Namun untuk harga jualnya, kami belum dapat menjamin,” kata Suhardi ketika dihubungi lewat ponselnya. [suf/ted]

Monday 16 November 2009

Persediaan Pupuk Bersubsidi Aman

Jombang – Musim tanam yang jatuh pada bulan November 2009 ini, persediaan pupuk bersubsidi bagi petani dipastikan aman. Demikian dikatakan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Suhardy, Selasa (12/11).

Saat memberikan sambutan pada acara rapat koordinasi persiapan turun tanam MP 2009/2010, Suhardy menjamin ketersediaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi bakal sesuai dengan yang dibutuhkan para petani di Kabupaten Jombang. “Karena proses pendistribusian pupuk yang baik, sehingga untuk Kabupaten Jombang ketersediaan pupuk mencukupi dengan jumlah 140.096 ton,” ujarnya.

Suhardy menambahkan, untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian, para petani perlu segera menerapkan sistem pertanian organik. Menurutnya, kondisi lahan pertanian di Kabupaten pada saat ini cukup memprihatinkan karena telah terkontaminasi bahan-bahan kimia.

Disebutkan, dari dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang, saat ini hanya ada 1 Kecamatan yang kadar kesuburan tanahnya mencapai 2%, yakni Kecamatan Wonosalam. “Komitmen untuk bertani organik sekarang ini sangat kami harapkan dari petani,” kata Suhardy.

Keluh Kesah Petani Jagung Hadapi Serangan Hama Tikus

Digropyok Tak Mempan, Hanya Berharap Untung Sisa Tikus Rata-rata usia tanaman jagung petani saat ini sudah memasuki 50 hari. Yang berarti mulai ada isinya. Sekaligus mulai diincar hama tikus.
PETANI jagung cukup banyak di Jombang. Termasuk di wilayah Kecamatan Jombang Kota sendiri. Salah satunya di Desa Banjardowo. Di sini, sebagian besar warganya hidup dari pertanian.
Sekarang ini, mayoritas warga di desa tersebut menanam jagung. Sebagian sudah panen. Saat wartawan koran ini mengunjungi desa tersebut beberapa waktu lalu, sejumlah petani terlihat memetik jagung di lahan. Sementara sebagian lainnya mengupil jagung yang telah dipetik.
Meski demikian, masih ada juga beberapa beberapa petani yang sekarang ini sedang ketar-ketir menunggu panen. Yakni panen terakhir untuk tahun ini sebelum nantinya ditamani padi setelah turun hujan. Maklum, pola pertanian warga desa tersebut memang ada dua.
Beberapa lahan digunakan untuk menanam jagung sepanjang tahun. Sehingga bisa tiga kali panen dalam setahun. Sementara sebagian lainnya, dua kali menanam jagung dan sekali menanam padi. Lainnya dua kali menanam padi dan sekali jagung.
Rata-rata, tanaman jagung yang ada sekarang ini sudah berusia hampir dua bulan. Sehingga isinya sudah padat. Karena memang 40 hari lagi akan dipanen. Mayoritas padi dipanen pada usia 90 hari.
Dalam kondisi jagung telah berisi, kini petani menghadapi tantangan baru. Yakni serangan hama tikus. Saat ini, banyak tanaman jagung yang habis dimakan. Tidak jarang jagung yang masih menempel di batangnya menjadi habis isinya lantaran disantap tikus.
''Ada yang habis sama sekali, tapi ada yang disisani,'' ujar Slamet, salah satu petani jagung di Desa Banjardowo yang memiliki lahan seluas 2,2 hektare.
Akibat adanya serangan hama tikus itu, hasil panen petani berpotensi mengalami penurunan sebesar 25 persen. Normalnya, petani bisa meraih Rp 8,4 juta per hektare. Tetapi karena hama tikus, hasil panen bisa jadi hanya Rp 6,3 juta. ''Padahal biaya per hektare minimal 4,2 juta,'' terangnya.
Meski demikian, tidak semua petani berupaya keras mencegah hama tikus itu. Baik dengan menyemprotkan racun tikus. Ataupun dengan melakukan gropyokan. ''Jadi petani itu yang penting pasrah. Setelah menanam, serahkan hasilnya pada Allah. Wong memang yang dipanen petani itu sisa hewan kok,'' ucapnya. Jika begitu, apakah dirinya lantas tidak memerangi tikus-tikus itu. ''Jika memang sangat parah, ya kita beri makanan yang telah diberi racun tikus. Kalau toh kita gropyok, kita tidak boleh membakar.'' (yr)

Thursday 12 November 2009

Berdaulat dengan Pertanian Organik


AHMAD ARIF, - Kini kita dihadapkan pada dua jalan bercabang. Jalan yang satu, yang telah kita tempuh selama ini, adalah jalan tol yang mulus yang memungkinkan kita memacu kecepatan, tapi pada akhirnya menuju bencana. Jalan lainnya untuk ditempuh—sangat sepi—tapi hanya itulah yang akan membawa kita ke tujuan akhir pelestarian bumi ini. (Rachel Carson dalam Silent Spring, 1962)

Jalan pertama yang dimaksud Rachel Carson adalah metode bertani yang mengandalkan pupuk kimia dan pestisida. Sebaliknya jalan kedua adalah metode bertani selaras alam atau yang kemudian dikenal dengan pertanian organik.

Hampir 50 tahun sejak Rachel mengingatkan bahaya pupuk kimia dengan kalimatnya yang terkenal, ”perang dengan kimia tak akan kita menangkan”, tetapi kita tetap memilih jalan menuju bencana itu. Dan, tepat seperti diramalkan Rachel, berpuluh tahun sejak perangkat kimia berbasis bahan bakar fosil—yang awalnya diciptakan untuk tujuan peperangan—digunakan di pertanian, hama tanaman tak berkurang. Bahkan, muncul banyak spesies baru yang semakin merusak.

Racun kimia itu justru membunuh spesies yang berguna bagi manusia, seperti lebah dan burung pemakan serangga. ”Kini dunia di ambang kepunahan lebah madu,” tulis Allison Benjamin dan Brian McCallum dalam A World without Bees, The Guardian Book, 2009. ”Dan ini berarti bencana besar bagi manusia,” tambah mereka. Pada gilirannya, racun kimia dari lahan pertanian juga menggerogoti kesehatan manusia.

Walaupun sangat terlambat, kini sebagian petani beralih ke jalan, yang disebut Rachel, sangat sepi itu. Pemerintah yang sebelumnya menjadi agen racun kimia dengan Revolusi Hijau-nya, telah pula mencanangkan proyek Go Organik 2010.

Namun, kembali ke pertanian organik bukan hanya berarti kembali pada teknik bertani tanpa pupuk kimia dan pestisida. Gerakan organik adalah juga sebuah kedaulatan bertani. Sudahkah kita menuju jalan yang itu?

Kedaulatan petani

Kedaulatan itu diperjuangkan Kelompok Tani Balak Gumregah di Desa Balak, Cawas, Klaten, Jateng. Sepetak tanaman padi tumbuh di halaman rumah. ”Ini padi merah putih turunan ketiga. Minggu lalu saya panen, tapi sekarang saya tumbuhkan kembali,” kata W Riyanto (46), anggota kelompok tani itu.

Mereka juga berkreasi mencipta pupuk kompos—salah satunya memakai limbah tetes tebu—dan pestisida organik, mengolah produk, mengemas, dan memasarkannya. Salah satu produk mereka adalah minuman instan bekatul—ekstrak beras—dan jahe. Mereka memberi label produk itu ”JAKAT”, singkatan dari jahe-katul, lengkap dengan narasi ”minuman sehat dan bergizi untuk seluruh keluarga”.

Sejauh ini, produk ini masih dipasarkan dari tangan ke tangan. ”Tujuan utama produk organik kami untuk dimakan sendiri, kalau sisa baru dijual,” kata Riyanto. Dia tak setuju cara pikir petani yang menjual beras organiknya dengan alasan harga jual lebih tinggi, tetapi membeli beras kualitas buruk untuk dimakan sendiri.
Sedangkan untuk kemandirian energi, didampingi Cindelaras, Lembaga Pemberdayaan Pedesaan dan Kajian Global, kelompok tani ini membangun kompor biogas dari kotoran sapi. Limbahnya kemudian dipakai untuk pupuk.
”Dengan biaya bertani lebih murah, kami bisa menjual beras organik lebih rendah dibandingkan beras biasa,” kata Riyanto. Tiga tahun pertama setelah beralih ke teknik organik, hasil panen belum memuaskan karena tanah yang kecanduan kimia tiba-tiba tak diberi obat. ”Persis orang kecanduan narkoba,” kata Riyanto, tetapi ”Sekarang, setelah lima tahun, hasilnya setara, bahkan lebih tinggi dibandingkan yang pakai kimia,” katanya.
Sekitar 60 kilometer ke selatan, di perbukitan kapur Gunung Kidul yang kering dan gersang, lumbung petani dipenuhi padi. ”Walaupun desa-desa lain sering kelaparan, dusun kami tak pernah kelaparan lagi karena ada lumbung yang selalu terisi sepanjang tahun,” kata Marsudi (32), Ketua Kelompok Tani Cipto Makaryo, Dusun Jetis, Desa Pampang, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul, yang mengelola lumbung itu.
Unsur hara yang tipis di atas batu kapur membuat petani hanya bisa mengandalkan teknik organik. ”Dulu kami memakai pupuk kimia, awalnya bagus, tetapi kemudian merosot. Tanah jadi rusak, kami kembali ke pupuk kandang,” kata Marsudi.
Dengan pupuk organik, mereka menjawab masalah penggurunan (desertification), yang oleh badan dunia United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) disebut sebagai ancaman terhadap ketahanan pangan dunia ke depan.

Pembajakan

Melihat tren pasar produk organik yang makin terbuka, para produsen pupuk kimia kini berlomba membuat pupuk organik. Mereka menawarkan obat untuk menyembuhkan tanah petani yang sebelumnya dihancurkan pupuk kimia. Beberapa pemodal juga menanam padi dan sayur organik. Sebagian sukses menguasai pasar dalam negeri, bahkan mengekspornya, sementara itu petani kecil tetap kesulitan.
”Kami harus memakai perantara untuk masuk ke supermarket karena mereka hanya mau berurusan dengan penyalur besar yang sanggup dibayar di akhir. Sertifikasi produk organik juga mempersulit kami,” kata Johan Arifin, petani padi organik dari Kelompok Joglo Tani Godean, Yogyakarta.
Beras organik dari petani Rp 5.500-Rp 6.500 per kg menjadi Rp 10.000-Rp 20.000 per kg di supermarket. Fransiscus Wahono, Direktur Cindelaras, mengatakan, telah terjadi pembajakan gerakan organik oleh pemodal. Jika saja Rachel Carson melihat perkembangan saat ini, dia pasti akan melengkapi tulisannya tentang jalan kedua itu tak hanya sepi, tetapi juga banyak pembajaknya. (cetak.kompas.com )

Refleksi Pengembangan Kapasitas Petani Melalui Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan


Aliansi Petani Indonesia yang didirikan oleh organisasi petani tingkat kabupaten pada tahun 2001 dan merupakan perkumpulan yang berbentuk aliansi dimana salah satu agenda pokok dalam program utama organisasi adalah pengembangan pertanian yang ramah lingkungan. Meskipun disadari bahwa penerapan sistem pertanian berkelanjutan memiliki keberagaman metode pendekatan dikarenakan perbedaan topografi, budaya dan komoditas tanaman yang dikembangkan. Sebagai contoh dalam perbedaan topografi, antara dataran tinggi lahan kering (up land) dan dataran rendah (low land) dengan irigasi tehnis persawahan atau dataran rendah lahan kering tadah hujan. Karakteristik alam tersebut mengisyaratkan adanya perbedaan dalam hal sistem budidaya tanaman yang dikembangkan dengan pilihan tanaman yang beraneka ragam (tumpangsari) dengan tujuan utamanya untuk memulihkan kondisi tanah secara fisik dan kimiawi.Dengan memahami perbedaan karakteristik wilayah, identitas budaya dikalangan masyarakat petani dan pedesaan dan ketersediaan sumberdaya ditingkat lokal baik pengetahuan (indigenous knowledge) maupun keragaman sumberdaya hayati. Strategi pendekatan yang dikembangkan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan diantara anggota API adalah dengan kombinasi yang menggunakan praktek-praktek pertanian alami dengan pengetahuan baru namun mudah diaplikasikan.Sebagai mata program dan lebih lanjut adalah agenda petani (khususnya anggota API) di masa depan bahwa pertanian alami yang dikembangkan lebih pada peningkatan kapasitas organisasi tani melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan pada titik tekan proses nalar pikir petani dengan metode pendekatan participatory action research, karena petani tidak memiliki kelembagaan formal seperti sekolah dengan gurunya. Selama ini, petani hanya memiliki fasilitator dari pemerintah dan lembaga NGO.Proses pendidikan pertanian alami memberikan jaminan dan kepastian tentang apa yang dimaksud dengan partisipasi petani dalam bertani. Pengalaman menunjukkan bahwa praktek-praktek pertanian alami yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulteng dimana proses penyebar luasan tehnologi bertani secara alami dan organik akan berhasil jika dimulai di tingkatan petani, sehingga pada gilirannya, model bertani secara alami memiliki artikulasi yang penting tentang apa yang dimaksud dengan media pendidikan horisontal, dimana dalam proses yang berlangsung memiliki perbedaan dengan model pertanian ala revolusi hijau dimana tenaga ahli yang didatangkan dari luar, baik tenaga ahli tehnis budidaya tanaman dan tenaga ahli tehnologi pertanian.Alur pendidikan pertanian alami yang berbasis konteks sumberdaya lokal sebenarnya akan berkontribusi terhadap akses atau peluang yang luas bagi kelompok-kelompok petani untuk menjadi pintar dan cerdas. Sebagai rujukan,pengalaman petani di lahan kering di Bali Barat, bagian selatan Jawa Timur, pertanian alami yang di praktekkan merupakan hasil kombinasi antara tehnologi pertanian yang terwariskan secara turun temurun dengan nalar yang selalu diperbaharui menurut konteksnya. Dan inilah yang dimaksud oleh Gunnar Rundgren bahwa akan terjadi revitalisasi nilai lama dan pembentukan nilai baru dalam masyarakat petani.

Dalam proses pembelajaran tentang sistem pertanian alami, faktor penting yang perlu ditekankan bahwa muatan pertanian alami sesungguhnya mengandalkan pada sumberdaya lokal seperti penggunaan dan pemeliharaan bibit lokal, pemanfaatan limbah pertanian alami, kotoran ternak, maka nilai-nilai kearifan lokal (wisdom) terhadap pengelolaan dan penataan sumberdaya dengan sendirinya akan menjadi bahan dan sumber dialog ditingkatan petani (horisontal) dan sekaligus menjadi cara pandang dalam sistem pertanian secara alami. Dengan demikian, sekaligus untuk menjawab keikut sertaan dari apa yang dilakukan oleh pihak luar sebatas diperlukan jika petani hanya memerlukan jawaban atas masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan persoalan-persoalan praktis di lapangan dan peran dari pihak luar hanya untuk memfasilitasi dengan pihak lain.

Hubungan sosial dalam pertanian alami menekankan pada tanggung jawab sosial manusia terhadap alam dan menjamin keberlangsungan ekologi sehingga generasi mendatang dapat menikmati keberlanjutannya terhadap akses benih, air dan hak atas tanah yang subur. Dengan demikian, proses pengembangan pertanian alami dalam konteks sosial mengarah kepada apa yang terjadi dalam perubahan sosial di pedesaan dalam konsepsi budaya. Artinya bahwa introduksi pertanian alami ditingkat petani secara sosial mempengaruhi perubahan budaya yang ditandai dengan adanya perubahan terhadap nilai-nilai hidup komunitas (kosmologi dan antropo sentris).

Perubahan budaya seperti apa yang dijelaskan diatas untuk menjawab isu-isu mendasar di pedesaan, seperti demokratisasi, gender, relasi patron-client, ketimpangan kepemilikan dan penggunaan sumberdaya. (Franciscus Wahono).

Pertanian Alami Menjawab Kerusakan Ekologi dan Kerentanan Pangan
Kegiatan pertanian alami sebagaimana kegiatan pertanian pada umumnya adalah kegiatan dimana kegiatan produksi mulai penataan dan pengolahan lahan, penataan produksi dan memperbaiki saluran distribusi hingga pada konsumsi, bukan saja untuk memperbanyak makanan sampai berkelimpahan, tetapi yang lebih penting dalam kegiatan pertanian alami adalah faktor ketuhanan, manusia, alam, dan teknologi.

Pemahaman diatas, pada dasarnya terkandung suatu tujuan, yakni berupa kemakmuran masyarakat, dimana titik tekan pada kelangsungan hidup petani. Makna tersebut mengandung arti pentingnya kesadaran baru terhadap keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup, yaitu kelestarian terhadap hidup petani, keturunannya, dan alam sekitarnya.

Aspek penting dalam kekuatan pertanian alami sebagaimana dijelaskan diatas, adalah kekuatan dalam hal mempengaruhi pola berfikir dan sikap hidup petani dalam hal memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdaya untuk produksi, distribusi dan konsumsi. Dimana keseluruhan proses tersebut sebagai dasar dalam mempertimbangkan untuk keberlangsungan hidup masa kini dan yang akan datang.

Dalam pengambilan keputusan ditingkat rumah tangga petani dan kelompok-kelompok tani, salah satu aspek pertimbangan untuk menentukan dan memutuskan bagaimana memilih, mengelola dan mengalokasikan sumber daya, tidak lagi didasarkan pada segi-segi praktis berkenaan dengan tingkat harga dan kecukupan akan ketersediaan barang di pasaran, namun hal tersebut memperluas perspektif dan memiliki kekuatan untuk memperpanjang daur energi. Dapat dipahami kemudian, kekhawatiran akan kelangkaan sumberdaya dengan sendirinya dapat diatasi dan terpenting bahwa petani tidak tercerabut dari tradisi dan akar budayanya dalam kegiatan pertanian.

Sebagaimana pengalaman kelompok-kelompok tani di desa Kalibatur, Kab. Tulungagung, penanaman padi pandan wangi (salah satu jenis padi lokal unggul) pada musim tanam yang lalu di atas lahan seluas 750m², dengan menggunakan pupuk kompos, pencegahan hama dengan mikroba I sampai III, dengan benih sekitar 10 kg, menghasilkan gabah kering sebanyak 450 kg. Pengalaman pertanian dengan penggunaan asupan kimia sangat rendah ini ternyata sangat berbeda dibandingkan dengan pola pertanian yang menggunakan asupan luar seperti pupuk dan pestisida kimia. Dengan jumlah benih relatif sama hanya mampu berproduksi menghasilkan gabah kering 250 kg.

Disamping itu, gabah kering hasil panen yang diperoleh selanjutnya dibagi-bagi ke anggota organisasi tani maupun tetangga yang berminat dengan mekanisme apa yang disebut dengan tukar menukar benih (ijol). Maksudnya, jika gabah panen tersebut ditanam kembali, kelak pada saat panen mereka juga akan membagikan kepada tetangga sejumlah benih yang dipinjam pada saat tanam. Proses interaksi budaya pertanian seperti ini merupakan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh petani meskipun usaha tersebut berhadapan dengan sikap hidup pragmatisme atau komersialisasi pedesaan dengan nilai-nilai hidup yang di ukur serba uang.

Proses tukar menukar benih yang baik tersebut perlahan akan membentuk lumbung benih petani. Dari konsep itu akan teridentifikasi siapa saja yang menyimpan benih tersebut, dan demikian seterusnya. Pada giliranya, ditingkat petani dan desa akan ada jaminan akan ketersediaan benih yang beragam dan sesuai dengan tanahnya akan selalu menjadi bagian tanggung-jawab kolektif (komunitas), seperti halnya dalam penggunaan air.

Dengan demikian, sistem pertanian alami akan menghasilkan lumbung benih komunitas, dan berbeda dengan cara kerja Dolog karena bersifat material seperti adanya pergudangan yang membutuhkan lahan dan hal-hal administrasi lainya yang akan berdampak terhadap besaran biaya untuk mengoperasionalkan sementara itu tujuannya hanya menempatkan gabah panenan. Lumbung benih konsep petani dengan sistem pertanian alami, justru ditanam dan selanjutnya akan ditanam kembali. Hal ini sebenarnya adalah usaha bersama yang berwatak kolektif dan bersifat pengetahuan empiris dan kelak jika proses tersebut tidak mendapat gangguan yang cukup nyata dari luar, terjadi proses stabilisasi strain (varietas) yang cocok dengan kondisi tanah setempat.

Hal lain yang ingin diungkapkan, petani dan komunitas pedesaan lainnya turut memperoleh keuntungan ekologis karena akan dihasilkan varietas yang stabil produksinya, sekaligus memastikan bahwa varietas tersebut tidak akan hilang dan punah dikarenakan kerusakan fisik, kimia, perubahan cuaca, atau kerusakan lain karena penanganan yang tidak sesuai.

Sistem pertanian alami yang dikembangkan di tingkat petani dan komunitasnya dalam perspektif ekologi sosial mempunyai fungsi sosial yang lebih strategis dalam hal membangun kerangka kerja yang mendukung proses bersama dalam memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdayanya. Dengan demikian, kesanggupan dan ketrampilan cara pertanian alami terbentuk pola aling mendukung antar pelaku dikalangan masyarakat pedesaan dan pada tujuan akhirnya lingkungan hayati tempat semua proses berlangsung menjamin keberlangsungan produksi, ketersediaan produksi dan sumber energi yang terbarukan sekaligus menjamin akses konsumsi pangan yang bermutu dan sehat.

( Dinarasikan dari FGD dan wawancara mendalam di beberapa tempat di anggota API yang menerapkan sistem pertanian alami model Natural Farming di wilayah Malang Selatan (Kopi), Jombang dan Tulungagung (Padi) dan Bali Barat (Buleleng dan Jembrana) dan Sumbawa Besar

Penulis dan Pewancara : Muhammad Nuruddin

KERUGIAN AKIBAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


Kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan rata-rata mencapai 11.8% dan karena hama mencapai 12,2 % pada berbagai tanaman penting di seluruh dunia.

Kehilangan hasil akibat gangguan penyakit pada tanaman padi rata-rata mencapai 15,1 % dari potensi hasilnya, dengan kerugian di seluruh dunia mencapai 33 milyar USD selama 1988-1990.

Wednesday 11 November 2009

Hama dan Penyakit Penting Tanaman Pepaya

Serangan hama kutu putih pada tanaman pepaya yang dialami petani Boyolali (Kompas 26/10), sering kali dapat menimbulkan kerugian yang serius. Bahkan serangan hama tersebut menyebabkan separoh lebih populasi tanaman pepaya petani musnah. Para peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (Puslitbanghorti) telah melakukan serangkaian kegiatan penelitiannya tentang hama dan penyakit penting tanaman pepaya yang bertujuan untuk lebih mengenali dan sekaligus menentukan cara pengendaliannya.

Ternyata hama yang menyerang tanaman pepaya bukan hanya kutu putih saja, namun juga beberapa kutu sejenis seperti kutu sisik, kutu aphids, tungau, ataupun lalat buah yang sering membuat buah pepaya menjadi busuk. Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman papaya antara lain busuk akar dan pangkal batang, penyakit layu bakteri.

Para petani sebaiknya mengenali beberapa hama/penyakit penting yang sering menyerang tanaman papaya agar dapat mengendalikannya dengan baik sehingga tidak menimbulkan penyebaran yang lebih luas lagi. Serangan kutu sisik yang berat meningkatkan penguningan dan abnormalitas bentuk daun. Serangan pada batang tanaman muda mengakibatkan mati pucuk, sedangkan pada buah mengakibatkan kegagalan masak terutama pada bagian buah yang terserang.

Informasi tentang pengenalan dan pengendalian hama/penyakit penting tanaman papaya dapat dijadikan bahan pengetahuan bagi petani atau pengusaha yang bergerak dalam bidang agribisnis papaya, agar dapat segera mengambil keputusan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh serangan hama/penyakit.

Saturday 7 November 2009

Jenis-jenis Bakteri

Pembiakan Bakteri Lactobcillus

Bahan :

Air masak 200 cc

Gula 1 sendok teh

Kulit buah pisang secukupnya

(masak dirajang)

cara :

Air, gula dan rajangan kulit pisang dimasukkan dalam botol dan ditutup simpan 2 X 24 jam

Aplikasi 1 : 5 ( 1 liter bakteri dicampur dengan 5 liter air )

Bakter Lactobacillus digunakan untuk bahan dari daun-daunan

Pembiakan Bakteri Anona

Bahan :

Air masak 200 cc

Gula 1 sendok teh

Nanas matang secukupnya

(mau busuk)

Cara :

Air, gula dan rajangan nanas dimasukkan dalam botol dan ditutup simpan 2 X 24 jam

Aplikasi 1 : 5 ( 1 liter bakteri dicampur dengan 5 liter air )

Bakteri Anona digunakan untuk bahan tulang

Pembiakan Mikroba Rumen

Bahan :

Stater/mikroba indukan 1 liter

Molase/tetes tebu/gula 1 liter

Terasi 2 ons

Dedak halus 2,5 kg

Air leri 3 liter

Air Kelapa 3 liter

Air mendidih 4 liter

Alat :

Tong Plastik 15 literan

Pengaduk dari kayu/bambu

Plastik penutup dan karet pengikat

Cara :

  1. Masukkan terasi , tetes tebu dan air medidih dalam tong plastik
  2. Aduk sampai larut campuran tersebut
  3. Tambahkan dedak halus sedikit demi sedikit sambil mengaduk campuran
  4. Masukkan air leri sambil terus mengaduk
  5. Setelah agak hangat tambahkan air kelapa dan aduk merata
  6. Setelah agak dingin masukkan stater/mikroba indukan kedalam campuran dan aduk sampai rata.
  7. Tutup campuran yang sudah merata dengan plastik penutup rapat-rapat
  8. Biarkan selama 7 hari
  9. Setelah 7 hari campuran sudah jadi, ambil cairannya dengan disaring dan diperas
  10. Larutan mikroba sudah jadi simpan dalam botol dan tutup dengan rapat dan dapat disimpan atau diaplikasikan pada kompos atau tanah atau pakan ternak

Wednesday 4 November 2009

Diserang Tikus, Puluhan Hektar Sawah Panen Dini


Jombang (beritajatim.com) Harapan para petani yang ada di kecamatan Kesamben, Jombang untuk mendapatkan hasil panen melimpah akhirnya pupus sudah. Semua itu disebabkan oleh hama tikus yang menggila. Untuk menyelamatkan itu, sejumlah petani terpaksa melakukan panen secara dini. Jika tidak, mereka takut tidak mendapatkan hasil alias gigit jari.

Sedikitnya, 10 hektar lahan di kecamatan Kesamben di tanami kedelai. Hanya saja, saat musim panen kurang satu bulan, hama tikus datang. Hewan pengerat ini memporak-porandakan tanaman yang masih hijau. Polong kedelai yang masih hijau ludes diserang.

Para petani, hanya bisa harap-harap cemas. Semua upaya sudah dilakukan, mulai dari gropyokan hingga menggunakan anjing sebagai predator. Namun hasilnya sia-sia. Hama tikus tambah mengganas. Tanaman petani semakin porak-poranda. “Akhirnya dengan terpaksa kami melakukan panen secara dini,” kata Farid Azro, petani asal desa Kedungbetik kecamatan Kesamben, Rabu (4/11/2009).

Farid menambahkan, akibat serangan hama itu, petani mengalami kerugian. Bahkan ada lahan milik petani yang tidak menghasilkan sama sekali. Ia mencontohkan, jika pada keadaan normal, setiap hektar sawah mampu menhasilkan 2,5 ton kedelai. Namun sejak hewan pengerat itu menyerang, hasil itu turun drastis. Lahan satu hektar hanya mampu menghasilkan kedelai sebanyak tujuh kwintal.

Menurut Farid, salah satu penyebabnya adalah panen yang dilakukan oleh petani terlalu cepat. Sehingga, kwalitas kedelai juga buruk. Yakni, saat polong kedelai masih berwarna hijau. “Kita serba susah. Tidak kita panen dihabiskan tikus, namun jika kita panen hasilnya turun drastis,” kata Farid ketika ditemui di sawah miliknya.

Alumnus Undar Jombang ini merinci, harga kedelai dalam kondisi normal atau kering panen sekitar Rp 4.800/Kg. Namun untuk kedelai yang di panen secara dini hanya dihargai Rp 4 Ribu/Kg. Harga tersebut, kata Farid, tidak sesuai dengan biaya operasional yang telah ia keluarkan. “Yang jelas untuk musim panen kali ini kami merugi,” pungkasnya. [suf/eda]

Monday 2 November 2009

Petani Peduli Lingkungan Desa Jarak Kec. Wonosalam, Manfaatkan Potensi Alam untuk Berdayakan Petani


Jombang - Berangkat dari kegelisahan bersama tentang kondisi tanaman cengkeh di daerahnya, petani kebun Desa Jarak Kec। Wonosalam Kab. Jombang mulai berancang-ancang membentuk komunitas petani. Angan-angan tersebut kemudian mulai diwujudkan melalui pertemuan rutin antar petani. Hinga akhirnya, pada 18 September 2007 mereka sepakat untuk membentuk kelompok tani yang keanggotaannya berasal dari 7 Dusun se Desa Jarak.

Belum genap berusia 1 tahun, kelompok tani yang diberi nama Petani Peduli Lingkungan (PPL) ini mampu membuat berbagai gebrakan. Salah satunya adalah inisiatif untuk memanfaatkan potensi local sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Pilihan yang mereka ambil sebagai bahan pembuatan pupuk organik adalah kotoran (urine) binatang ternak. Secara intens, mereka kemudian membuat pupuk organik cair sebagai solusi atas kelangkaan dan makin mahalnya harga pupuk.

Desa Jarak yang wilayahnya berada di kaki Gunung Anjasmoro ini memang memiliki kekayaan alam berlimpah। Kekayaan alam itu meliputi areal perkebunan dan seabrek kekayaan hutan lainnya। Hampir semua penduduk setempat memiliki hewan piaraan seperti sapi perah ataupun kambing etawa.

Disamping factor kelangkaan dan makin mahalnya harga pupuk kimia, kekayaan potensi alam yang ada di Desa Jarak Kecamatan Wonosalam menjadi inspirasi bagi Kelompok Tani Peduli Lingkungan untuk memberdayakan petani. “Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia harus segera dihentikan, itu yang menjadi motivasi kami untuk membuat pupuk organik,” terang Ponari, Ketua Petani Peduli Lingkungan.

Pengembangan pupuk organik bagi petani bukan tanpa alasan. Bagi petani setempat, pupuk organik diyakini lebih ramah pada lingkungan dan tidak mengandung efek samping yang berlebihan bagi tanaman. “Banyak kelebihannya dibanding pupuk buatan pabrik, faktor itu yang makin meninggikan motivasi kami,” lanjut Ponari kepada Suara Warga Jombang.

Petani Peduli Lingkungan yang beranggotakan 25 orang dari 7 Dusun di Desa Jarak Kec. Wonosalam, saat ini sudah memproduksi pupuk organik cair sebanyak 5 ribu liter. Selain dipasarkan pada petani Desa setempat, pupuk hasil produksi mereka juga dipasarkan pada beberapa kelompok tani di wilayah Jombang yang mulai beralih untuk menggunakan pupuk organik.

Bukan langkah yang asal-asalan, sebab dalam mengembangkan pupuk organik cair, Petani Peduli Lingkungan juga bekerjasama dengan Laboratorium Politeknik Pertanian Universitas Negeri Jember. Selain itu, mereka juga bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU) Jombang. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat hasil temuan dan analisa petani terhadap pupuk organik.

Ketua LP2NU Kabupaten Jombang, M. Subhan, dalam kesempatan terpisah mengatakan, pemanfataan pupuk organik untuk pertanian diyakini bakal mampu mempertahankan kesuburan tanah yang menjadi lahan pertanian. “Keberlangsungan pertanian mulai terancam karena banyaknya pemakaian pupuk kimia, solusi untuk mempertahankan pertanian agar tetap berproduksi adalah dengan memanfaatkan pupuk organik,” ungkap mantan pengurus Forum Musyawarah Petani Jombang (FMPJ) ini beberapa waktu lalu. (Ms)

Perputaran Zat-Asam dan Etilen



Saturday 31 October 2009

Cara membuat Kompos Super


Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos super adalah proses
pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktifitas biologis pada
kondisi yang terkontrol.
PROSES PEMBUATAN KOMPOS SUPER
1. Bahan yang diperlukan:
• Kotoran sapi : 80-83%
• Serbuk gergaji : 5%
• Bahan pemacu mikroorganisme (bisa dipakai EM4): 0,25%
• Abu Sekam : 10%n
• Kalsit/Kapur : 2%
Boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, kotoran
ayam maksimal 25%
2. Tempat
Sebidang tempat beralas tanah, ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari
dan air hujan secara langsung.
3. Prosesing
- Kotoran sapi (faeses dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu
minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ± 60%.
- Kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut kemudian dipindahkan ke lokasi,
tempat pembuatan kompos super dan diberi serbuk gergaji, abu, kalsit/kapur dan
stardec sesuai dosis dan seluruh bahan dicampur diaduk merata.
- Setelah .seminggu di lokasi I, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara
diaduk/ dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan
homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu sampai
70 °C untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos super yang
dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
- Seminggu kemudian dilakukan pembalikan untuk dipindahkan pada lokasi ke 3
dan dibiarkan selama satu minggu.
- Setelah satu minggu pada lokasi ke 3 kemudian dilakukan pembalikan untuk
membawa pada lokasi ke 4. Pada tempat ini kompos super telah matang dengan
warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah dan tidak berbau.
- Kemudian pupuk diayak/disaring untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta
memisahkan dare bahan yang tidak di harapkan (misalnya batu, potongan kayu,
rafia) sehingga kompos super yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
- Selanjutnya pupuk organik kompos super siap dikemas dan siap diaplikasikan ke
lahan sebagai pupuk organik berkualitas pengganti pupuk kimia.
- Kandungan Kompos Super
Moisture/kelembaban 45%±5
TotaI N >l,8l%
P0205 >1,89%
K20 >1,96%
Ca0 >2,96%
Mg0 >0,70%
C/N Ratio Maks 16%
Manfaat Penggunaan Kompos Super pada Lahan Pertanian
I. Mampu menggantikan atau mengefektifkan penggunaan pupuk kimia (anorganik)
sehingga biaya pembelian pupuk dapat ditekan.
2. bebas dari biji tanaman liar (gulma).
3. Tidak berbau dan mudah digunakan.
4. Menyediakan unsur hara yang seimbang dalam
tanah.
5. Meningkatkan populasi mikroba tanah sehingga
struktur tanah tetap gembur.
6. Memperbaiki derajat keasarnan (pH) tanah.
7. Meningkatkan produksi berbagai tanaman antara I0-30%.
Manfaat untuk Tambak
Cara ini akan menambah kesuburan fisik kimia dan biologis sehingga dasar tambak
mampu meredam efek buruk pemupukan sisa pakan, faeses, kulit udang dan sisa
bahan organik yang lain untuk di urai lebih sempurna. Dosis 1500-2000 kg/ha pada
dasar tambak diberikan saat pengolahan dasar tambak.