Monday 16 November 2009

Keluh Kesah Petani Jagung Hadapi Serangan Hama Tikus

Digropyok Tak Mempan, Hanya Berharap Untung Sisa Tikus Rata-rata usia tanaman jagung petani saat ini sudah memasuki 50 hari. Yang berarti mulai ada isinya. Sekaligus mulai diincar hama tikus.
PETANI jagung cukup banyak di Jombang. Termasuk di wilayah Kecamatan Jombang Kota sendiri. Salah satunya di Desa Banjardowo. Di sini, sebagian besar warganya hidup dari pertanian.
Sekarang ini, mayoritas warga di desa tersebut menanam jagung. Sebagian sudah panen. Saat wartawan koran ini mengunjungi desa tersebut beberapa waktu lalu, sejumlah petani terlihat memetik jagung di lahan. Sementara sebagian lainnya mengupil jagung yang telah dipetik.
Meski demikian, masih ada juga beberapa beberapa petani yang sekarang ini sedang ketar-ketir menunggu panen. Yakni panen terakhir untuk tahun ini sebelum nantinya ditamani padi setelah turun hujan. Maklum, pola pertanian warga desa tersebut memang ada dua.
Beberapa lahan digunakan untuk menanam jagung sepanjang tahun. Sehingga bisa tiga kali panen dalam setahun. Sementara sebagian lainnya, dua kali menanam jagung dan sekali menanam padi. Lainnya dua kali menanam padi dan sekali jagung.
Rata-rata, tanaman jagung yang ada sekarang ini sudah berusia hampir dua bulan. Sehingga isinya sudah padat. Karena memang 40 hari lagi akan dipanen. Mayoritas padi dipanen pada usia 90 hari.
Dalam kondisi jagung telah berisi, kini petani menghadapi tantangan baru. Yakni serangan hama tikus. Saat ini, banyak tanaman jagung yang habis dimakan. Tidak jarang jagung yang masih menempel di batangnya menjadi habis isinya lantaran disantap tikus.
''Ada yang habis sama sekali, tapi ada yang disisani,'' ujar Slamet, salah satu petani jagung di Desa Banjardowo yang memiliki lahan seluas 2,2 hektare.
Akibat adanya serangan hama tikus itu, hasil panen petani berpotensi mengalami penurunan sebesar 25 persen. Normalnya, petani bisa meraih Rp 8,4 juta per hektare. Tetapi karena hama tikus, hasil panen bisa jadi hanya Rp 6,3 juta. ''Padahal biaya per hektare minimal 4,2 juta,'' terangnya.
Meski demikian, tidak semua petani berupaya keras mencegah hama tikus itu. Baik dengan menyemprotkan racun tikus. Ataupun dengan melakukan gropyokan. ''Jadi petani itu yang penting pasrah. Setelah menanam, serahkan hasilnya pada Allah. Wong memang yang dipanen petani itu sisa hewan kok,'' ucapnya. Jika begitu, apakah dirinya lantas tidak memerangi tikus-tikus itu. ''Jika memang sangat parah, ya kita beri makanan yang telah diberi racun tikus. Kalau toh kita gropyok, kita tidak boleh membakar.'' (yr)

1 comments:

Pertanian Organik said...

tolong di cari solusinya buat pemerintah jombang terutama dinas pertanian gmn caranya pencegahan tikus biar kami gak rugi?tolong sampaikan mas

Post a Comment