Saturday, 17 October 2009

Pupuk Cair 2 – EM4


Banyak cara untuk membuat "mikroba efektif" untuk mempercepat proses pembuatan kompos. Salah satu di antaranya adalah yang kami tulis di bawah ini. Pengalaman teman-teman kami membuat EM4 dengan isi usus binatang telah menimbulkan bau yang kurang sedap sehingga kami memilih jalan pembuatan yang sifatnya vegetarian, dari bahan-bahan tanaman yang mudah dan cepat busuk.

Penemuan yang sangat berharga untuk pertanian mandiri ini, -- awalnya adalah orang Jepang, bernama Teruo Higa pada tahun 1970 -- kini telah banyak diterapkan oleh para petani modern. Tapi masih banyak pula yang belum melakukannya karena lebih percaya pada pupuk kimia yang dirasa "lebih praktis" tapi sesungguhnya tidak sehat baik untuk tanah, tanaman maupun untuk kita manusia.

Bahan-bahan

  • Sampah sayur, terutama kacang-kacangan
  • Kulit buah-buahan (papaya, pisang, rambutan, mangga, dsb.)
  • Bekatul, secukupnya
  • Gula merah, sedikit saja
  • Air beras, secukupnya
Cara membuat:
  1. Sampah sayur, kulit buah-buahan dan bekatul dicampurkan. Tempatkan misalnya di dalam sebuah ember atau penampung yang lain. Tutup. Sambil kadang-kadang diaduk, biarkan selama satu minggu sampai membusuk sehingga menjadi EM1. EM singkatan dari Effective Microorganism, yaitu jasad renik "ganas" yang akan mempercepat proses pengomposan. Ditengarai dengan angka 1 karena inilah cairan mikroorganisme yang terbentuk setelah mengalami dekomposisi selama satu minggu.
  2. Cairan EM1 dicampur dengan sampah sayur dan kulit buah-buahan. Kemudian didiamkan lagi selama satu minggu. Cairan baru yang terbentuk disebut dengan EM2.
  3. Cairan EM2 dicampurkan dengan bekatul, gula merah dan air beras. Dan didiamkan lagi selama satu minggu sehingga menjadi EM3.
  4. Diamkan lagi selama satu minggu tanpa menambahkan apa-apa. Cairan itu telah menjadi EM4.

Thursday, 15 October 2009

Harga Pupuk Naik, Petani Agar Gunakan Pupuk Organik


Jombang Petani di Kabupaten Jombang diharapkan dapat segera beralih dari penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik. Hal itu dimaksudkan sebagai langkah antisipasi atas rencana kenaikan harga pupuk bersubsidi pada tahun 2010.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Suhardy mengatakan, kemungkinan naiknya harga pupuk bersubsidi tahun 2010 mendatang bisa terjadi. Karena itu, pihaknya meminta petani segera merespon rencana tersebut dengan beralih menggunakan sistem pertanian organik dalam mengelola lahan.

“Soal rencana naiknya (harga pupuk bersubsidi) kami belum dapat edaran resmi. Tetapi soal antisipasi, kami sudah menyiapkannya sejak tahun 2008 lalu, yaitu dengan mengembangkan sistem pertanian organik,” katanya saat ditemui usai acara pengucapan sumpah Pimpinan DPRD Jombang periode 2009-2014, Rabu (14/10).

Naiknya harga pupuk, lanjut Suhardy, seharusnya tidak menjadi masalah bagi petani yang sudah terbiasa menggunakan pupuk organik. Menurut Suhardy, selain sebagai solusi atas mahalnya harga pupuk bersubsidi, pupuk organik juga bermanfaat untuk usaha mengembalikan kesuburan tanah.

Disinggung tentang kesiapan Kabupaten Jombang menerapkan sistem pertanian organik, Suhardy mengaku kesiapan mengembangkan sistem tersebut belum maksimal. Ketersediaan bahan baku pupuk organik hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan seluruh petani di Kabupaten Jombang.

“Salah satunya soal bahan baku (pupuk organik), kita masih kekurangan. Bahan baku dari kotoran ternak, kalau untuk memenuhi kebutuhan Jombang idealnya kita memiliki 100 ribu ekor sapi, tetapi yang ada sekarang baru 50 ribu ekor,” ujar Suhardy.


Petani Belum Siap Dengan Kenaikan Harga Pupuk Bersubsidi

Sementara itu, menanggapi rencana naiknya harga pupuk bersubsidi, beberapa petani mulai mengungkapkan penolakan atas rencana tersebut। Kenaikan harga pupuk akan semakin menyengsarakan kehidupan petani.

Menurut Wijayanto, petani asal Kecamatan Diwek, Jombang, naiknya harga pupuk bersubsidi akan memberatkan beban hidup petani. “Kalau (harga) pupuk naik, petani yang kelabakan,” katanya, Rabu (14/10).

Pernyataan senada dikatakan petani asal Kecamatan Jogoroto, Isa Anshory। Menurutnya, kebijakan tersebut bakal berpengaruh besar pada petani yang selama ini bergelut pada pertanian pangan. “Bagi kami gak ada masalah, tapi kasihan bagi mereka yang menanam palawija dan padi,” ujar petani sayur ini.

Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama Jombang M Subhan mengatakan, pemerintah harus memahami kondisi petani sebelum menaikkan harga pupuk. “Sekarang petani sudah siap atau belum. Apakah pemerintah sudah menyiapkan peraturan baru untuk meningkatkan penghasilan petani?” katanya. (Ms)

Dilema Petani Beralih Pada Sistem Pertanian Organik


Ragu Pada Hasil Panen dan Ketersediaan

Giman (foto kiri), (foto kanan) diskusi tentang prospek pertanian organik antara petani bersama Kepala Dinas Pertanian Jombang, Suhardy (dua dari kiri), dan Ketua IPPHTI Pusat, To Suprapto (kanan).


Sebagian besar petani menggantungkan ekonominya dari keuntungan mengelola lahan pertanian hasil panen berpotensi menggoyahkan kehidupan ekonomi

Sejak beberapa tahun terakhir Pemerintah serta lembaga yang peduli pada lingkungan dan pertanian kerap menyuarakan agar petani segera mengembangkan sistem pertanian organik. Sistem pertanian tersebut diyakini mampu mengembalikan kesuburan tanah yang telah rusak akibat terkontaminasi bahan kimia, sekaligus usaha menciptakan pangan yang sehat.

Namun, tidak mudah bagi petani untuk merubah cara pengelolaan lahan pertanian. Ketakutan akan turunnya hasil pertaniaan saat panen menjadi alasan tersendiri mengapa petani enggan beralih pada sistem pertanian organik. Bagi petani, gagal panen ataupun hasil panen menurun merupakan bencana bagi ekonomi keluarga mereka. Apalagi, jika tidak ada sumber pendapatan lain yang dimiliki. “Petani sekarang itu susah mas, kalau hasil turun dan tidak dapat keuntungan, trus keluarga kita mau makan apa?” kata Giman, petani asal Desa Sambirejo, Jogoroto, Jombang.

Giman menyadari jika kondisi lahan pertanian di Indonesia mulai tidak sehat. Indikasinya, kebutuhan pupuk khususnya pupuk bersubsidi saat masa tanam padi terus bertambah. Namun apa mau dikata, sumber ekonomi keluarganya dari pertanian harus diselamatkan. Dia tidak ingin melakukan gambling dengan merubah pola dan cara tanam pada lahan pertanian yang dimiliki. “Saya tertarik dengan organik, tetapi tidak mau langsung beralih total. Perlahan-lahan supaya (hasil) panen kita tidak turun,” ujarnya.

Saat ini, Giman memang mulai menggunakan bahan-bahan organik untuk pemupukan tanamannya. Namun, prosentase pemakaiannya masih sedikit. “Pertama saya mencoba 20 persen, terus 30 persen. Tanam yang akan datang ini saya belum berani menentukan karena masih takut nanti hasilnya jelek,” tutur bapak 4 anak ini.

Setali tiga uang, Hendro, petani asal Desa Semanding, Diwek, Jombang juga menyimpan perasaan serupa. “Organik sih bagus, tetapi hasilnya (panen) nanti yang masih kita takutkan. Kalau hasilnya sedikit, petani yang rugi,” katanya.

Selain merasa gamang dengan hasil yang akan dicapai jika menerapkan sistem pertanian organik, Hendro juga mengaku tak banyak tahu tentang ketersediaan pupuk organik di Jombang. Berdasarkan pengetahuannya, ketersediaan pupuk organik sudah ada tetapi berasal dari luar daerah.

Hendro meyakini, terbatasnya ketersediaan pupuk dan pestisida organik membuat petani enggan menerapkan sistem pertanian organik. Kelangkaan dan mahalnya pupuk (kimia) bersubsidi diyakini tak akan berpengaruh pada kondisi petani jika pupuk dan pestisida organik tersedia di pasaran. “Petani itu maunya yang praktis dan gak neko-neko, kalau ada barang mereka pasti mau,” ujarnya.

Demikian pula, jika ada kepastian hasil yang maksimal saat petani menerapkan sistem pertaniaan dalam mengelola lahan pertanian, petani tidak akan segan untuk beralih menggunakan pupuk organik. “Apalagi kalau hasilnya bagus, sudah pasti (petani) mau,” pungkas pria kelahiran Jawa Tengah ini. (Muhammad Syafi’i)

Monday, 12 October 2009

Sukses Bertani Dengan Sistem Organik (2)


Siapkan pendukung; Zaini (kanan), memelihara ternak sebagai sarana pendukung pertanian organik।


Termotivasi Mengembalikan Kesehatan Pangan

Bertani organik bukan hanya untuk mengembalikan kesuburan tanah yang rusak akibat terkontaminasi kimia। Bertani organik merupakan usaha menuju kesehatan pangan.

Kualitas pangan di Negeri ini memprihatinkan. Tidak sedikit penyakit baru yang bermunculan akibat kondisi pangan yang tidak sehat. Situasi ini disadari oleh Zaini, petani asal Desa Ngogri, Megaluh, Jombang. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dia miliki, Zaini bertekad membantu menciptakan kondisi pangan yang sehat.

Sebagai petani tulen, Zaini terbilang sebagai petani yang tak cukup mapan. Areal sawahnya tidak sampai dalam hitungan satu hektar. Namun, mantan ketua organisasi pelajar NU (IPNU) Kabupaten Jombang ini rela menyisihkan seperempat lahannya dari total luas areal sawah yang dimiliki untuk dikonsentrasikan pada pengembangan pertanian organik. Baginya, pengembangan pertanian organik merupakan langkah mulia.

“Salah satu masalah bangsa kita khan soal pangan. Sekarang ini hasil pertanian kita sudah tidak sehat karena banyak tercampur bahan kimia,” katanya, Senin (12/10) siang.

Dengan pengetahuan tersebut, Zaini lantas membulatkan tekad untuk menerapkan sistem pertanian organik pada lahan persawahan miliknya. Dirinya sadar, beralih pada sistem pertanian organik, konsekwensinya harus siap dengan ancaman tidak memperoleh keuntungan dari mengelola lahan. “Bayang-bayang gagal panen saat menggunakan organik ya tetap ada. Tetapi yang namanya usaha khan harus tetap kita coba,” ujar bapak 2 anak ini.

Zaini menuturkan, meski kerap dibayangi kegagalan, namun dia tetap berusaha mengelola lahan pertaniannya dengan cara organik. Memang, kata Zaini, tidak semua sawahnya dikelola secara organik. Dirinya sengaja membagi areal sawahnya menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu meliputi lahan dengan penanganan organik, semi organik serta lahan tanpa pupuk organik.

Dikatakan Zaini, dirinya sengaja membagi areal lahannya agar bayang-bayang kegagalan memperoleh hasil dari pertanian dapat ditekan. Maklum, sumber ekonomi keluarganya hanya bergantung pada hasil pertanian. “Langkahnya memang bertahap dan tidak ingin terburu-buru,” aku dia.

Zaini menjelaskan, jika kesuburan tanah pada lahan pertanian yang dikelola secara organik sudah menunjukkan hasil sempurna, dirinya akan beralih pada lahan lainnya yang kini dikelola dengan semi organik. Demikian pula, lahan yang kini belum tersentuh bahan organik akan dikelola dengan sistem pertanian organik.

Sejak awal tahun 2009 lalu, Zaini sudah menerapkan sistem pertanian organik pada salah satu lahan miliknya. Musim pertama terbilang sukses karena hasil panen tak beda jauh dengan hasil saat masih menggunakan pupuk kimia. Namun, pada masa tanam kedua, hasil panennya menurun daripada sebelumnya. “Saya masih mencari penyebab kenapa hasil yang kedua bisa kurang,” terang Zaini.

Meskipun demikian, Zaini masih bisa bernafas lega. Beras hasil panennya mampu dijual dipasaran dengan harga lebih tinggi daripada harga beras pada umumnya, yakni Rp 7.000, hingga 7.500,- perkilogram. (Selesai) (Muhammad Syafi’i)

Abaikan Kepentingan Petani

Berharap Harga Pupuk Tidak Naik: Hasyim, disela-sela aktifitas mengairi tanaman jagung pada lahan miliknya, Minggu (11/10).

Jika Pemerintah Menaikkan Harga Pupuk

Jombang Rencana kenaikan harga pupuk bersubsidi tahun 2010 mendatang dinilai sebagai indikator sikap tidak peduli pemerintah terhadap nasib petani. Sebab, disaat petani masih kesulitan menentukan harga jual pasca panen, pemerintah justru berencana menaikkan harga pupuk bersubsidi.

Menurut Giman (50), petani asal Kecamatan Jogoroto, Jombang, pada masa sekarang ini pemerintah seharusnya menelurkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan petani. Kenaikan harga pupuk bersubsidi, kata Giman, berpotensi memperburuk prospek pertanian di mata masyarakat. Padahal, pertanian merupakan lapangan pekerjaan yang dimilik bangsa ini.

“Kalau nanti harga pupuk (bersubsidi) naik lagi, lalu nanti nasibnya petani seperti apa? Dengan harga pupuk seperti sekarang ini saja, petani sudah kesulitan mencari untung, apalagi kalau naik,” katanya, Minggu (11/10) siang.

Giman, pria yang dikaruniai 4 putra ini mengatakan, sebelum menentukan kebijakan tentang kenaikan harga pupuk bersubsidi, pemerintah sebaiknya membenahi sistem dan mekanisme pasar pada produk pertanian. Sebab, menurutnya, salah satu masalah rumit yang masih melingkari pertanian adalah ketidakmampuan petani menentukan harga jual pasca panen. “Seharusnya pemerintah menjaga agar harga jual (pasca panen) tidak anjlok. Jangan hanya menaikkan harga pupuk (bersubsidi) tetapi lepas tangan saat panen,” ujarnya.

Giman menambahkan, pemerintah memiliki kewenangan untuk menaikkan atau menurunkan harga pupuk bersubsidi di pasaran. Namun, kebijakan tersebut seharusnya disesuaikan dengan kondisi petani pada saat ini. “Petani sekarang sudah sengsara, apalagi kalau harga pupuk dinaikkan,” katanya.

Senada, Suhari (44), petani asal Kecamatan Ngoro mengatakan, dilema petani makin bertambah jika harga pupuk bersubsidi jadi dinaikkan. “Bisa-bisa orang tidak mau lagi ke sawah,” ujarnya.

Hasyim (49), petani asal kecamatan Jogoroto meyakini, sebagian besar petani belum siap dengan naiknya harga pupuk bersubsidi di pasaran. Naiknya harga pupuk bersubsidi, kata Hasyim, secara otomastis akan meningkatkan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani.

Padahal, lanjut Hasyim, sejauh ini belum ada tindakan nyata untuk pengamanan harga pasca panen di pasaran yang dirasakan petani. “Semoga saja naiknya tidak banyak, sebab naik sedikit saja petani sudah bingung,” katanya.

Tak Terpengaruh Kenaikan Harga Pupuk Bersubsidi

Disisi lain, disaat petani mulai kelimpungan dengan rencana kenaikan harga pupuk bersubsidi, para petani sayur mengaku tidak terpengaruh dengan rencana kenaikan harga pupuk. “Soalnya kita tidak begitu banyak butuh pupuk,” kata Isa Anshori, petani sayur asal Kecamatan Jogoroto, Jombang, Kamis (8/10) pagi.

Namun, kata Anshori, rencana pemerintah menaikkan harga pupuk bersubsidi sebaiknya dipertimbangkan secara matang. Pasalnya, kebijakan tersebut bakal berpengaruh besar pada petani yang selama ini bergelut pada pertanian pangan. “Bagi kami gak ada masalah, tapi kasihan bagi mereka yang menanam palawija dan padi,” ujar Anshori seraya menyiram tanaman terong di lahan miliknya.

Berbeda halnya dengan yang dialami, Ahmad Mukroni, petani asal Kecamatan Tembelang. Selama 9 bulan terakhir, dia mulai meretas sistem pertanian organik pada lahan persawahan yang dimilikinya.

Bagi Ahmad Mukroni, naiknya harga pupuk bersubsidi tidak mempengaruhi profesi yang sudah gelutinya sejak puluhan tahun ini. “Bagi saya, harga pupuk naik atau tidak ya tenang saja. Soalnya saya tidak pakai pupuk (kimia) lagi,” ujar bapak 2 putra ini. (Ms)


Friday, 9 October 2009

Sukses Bertani Dengan Sistem Organik (1)




Mendukung; Ahmad Mukroni sedang memberi makan ternak miliknya. Dari kotoran ternak yang dipeliharanya, dia bisa memenuhi kebutuhan pupuk dan pestisida organik untuk merawat tanaman di lahan persawahan yang ia miliki.



Menjawab Keraguan Tidak Mendapatkan Hasil

Pertanian organik masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar petani. Bertani dengan cara organik tak menjanjikan keuntungan maksimal. Namun, beberapa petani di Jombang membuktikan, bahwa mengelola lahan dengan sistem pertanian organik ternyata tidak mendatangkan kerugian.

Raut kepuasan terpancar dari wajah Ahmad Mukroni (59), petani asal Dusun Pulogedang, Desa Pulogedang, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Rabu (7/10) pagi. Hamparan tanaman kedelai seluas 1 hektar telah siap dipanen. Beberapa orang terlihat di areal persawahannya untuk membantu menuntaskan panen kedelainya.

“Sekarang adalah musim panen ketiga sejak saya menggunakan cara pertanian organik,” kata Mukroni. Pria yang akrab disapa Cak Mad ini menuturkan, sejak 9 bulan lalu, tepatnya awal musim tanam padi, dirinya telah bertekad untuk mengelola sawahnya dengan sistem pertanian organik.

Dengan berbekal kemampuan yang dimilikinya serta keyakinan bahwa usaha yang ia lakukan akan berhasil, Ahmad Mukroni mulai menaburi sawahnya dengan pupuk organik yang ia buat sendiri. Ribet, tidak praktis dan terlalu banyak tenaga yang harus dikerahkan. Demikian yang dirasakan olehnya saat memulai bertani dengan cara organik.

Namun, tutur Ahmad Mukroni, jika dibanding dengan biaya yang harus dikeluarkan dengan menggunakan pupuk buatan pabrik, biayanya masih lebih ringan. Dari perhitungan biaya produksi yang dia lakukan, biaya mengelola lahan pertanian bisa lebih rendah jika petani jeli memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang tersedia. “Kalau soal tenaga memang lebih banyak, tetapi kalau dihitung dengan menggunakan pupuk (pabrik) biayanya lebih ringan,” terang dia.

Ahmad Mukroni menyadari, keberadaan hewan ternak di rumahnya ternyata sangat membantu keinginannya untuk bertani dengan sistem organik. Dari tiga kali musim tanam, penyediaan pupuk dan pestisida yang digunakan olehnya untuk merawat tanaman berasal dari kotoran hewan ternaknya.

Semasa musim tanam padi, pria yang dikaruniai 2 putra ini menggunakan kotoran ternak yang sebelumnya telah difermentasi menjadi pupuk bokashi. “Sedangkan saat musim kedelai, obat yang saya gunakan dari kencing kambing,” tuturnya.

Bagaimana dengan hasil saat panen? Ditengah keraguan petani untuk beralih ke sistem pertanian organik, Ahmad Mukroni mengaku tak pernah merasakan hasil panennya menurun drastis. Bahkan, untuk kedelai yang panen kali menggambarkan adanya peningkatan hasil daripada panen tahun lalu. “Coba lihat saja, hasilnya khan bagus,” katanya seraya menunjuk ke arah hamparan tanaman kedelai di sawahnya yang sudah siap di panen.

Hal serupa dialami Miftahul Ilmi, petani asal Dusun Ponen, Desa Pulugedang, Tembelang. Sejak menerapkan sistem pertanian organik sejak 3 periode masa tanam, dirinya merasa tak mengalami penurunan hasil. Tanaman kedelai pada lahan persawahan miliknya seluas ¾ hektar pun siap dipanen.

Ilmi menuturkan, untuk perawatan tanaman pada musim kedelai kali ini, dia menggunakan air kencing kambing yang sebelumnya telah difermentasi menjadi pestisida organik. “Hasilnya memuaskan,” katanya. Sejak disemprot dengan pestisida organik, hama yang biasa menggerogoti tanamannya seperti hama ulat dan tikus seolah menjauh. “Salah satu kelebihan pestisida organik adalah hama seolah menjauh,” terang dia. (bersambung) (Muhammad Syafi’i)



Monday, 28 September 2009

Petani Tuntut Kemudahan Akses Dana Pengembangan Usaha Mikro


Jombang Alokasi dana pengembangan ekonomi mikro senilai lebih dari Rp 2 milyar tidak jelas penerimanya. Demikian kritik petani dan beberapa elemen masyarakat Jombang kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Jombang dalam dialog bertajuk Ekonomi Mikro Berbasis Komunitas, Selasa (15/9).

Miftakhul Ilmi, petani asal Kecamatan Tembelang mengatakan, dirinya tidak tahu dengan jelas tentang aliran dana dari pemerintah yang dianggarkan untuk pengembangan ekonomi rakyat. Ia khawatir, dana bagi warga miskin tersebut justru diterima kelompok tani yang tidak berhak menerima.

“Kami belum tahu siapa yang menerima dana sebesar Rp 2 milyar lebih yang sudah teralokasi. Atau jangan-jangan hanya diberikan kepada kelompok tani yang sengaja dibentuk oleh pemerintah setelah tahu ada dana yang bergulir,” kritiknya disela-sela acara dialog yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU Jombang bekerjasama dengan radio (komunitas) Suara Warga Jombang.

Selain itu, Miftakhul Ilmi meminta agar pihak pengelola keuangan daerah mau memberikan sosialisasi secara rinci tentang bagaimana cara mengakses dana tersebut. Selama ini, lanjut Ilmi, ia dan beberapa petani kesulitan memperoleh akses dan prosedur pengajuan dana yang diberikan tidak dengan cuma-cuma tersebut. “Pemerintah khususnya pengelola keungan daerah sebaiknya mendorong dinas terkait untuk membantu komunitasnya dalam mengakses dana tersebut,” sambungnya.

Sementara itu, Adi Prasetyo perwakilan Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Jombang mengungkapkan, permodalan untuk pengusaha mikro lebih dari jumlah yang diketahui masyarakat. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci perihal permintaan penggunaan dana tersebut. “Untuk mengakses dana dari Kabupaten, (anda) bisa mendatangi Bank Pasar. Sementara untuk dana tingkat Provinsi langsung datang ke Bank Jatim,” terang Adi Prasetyo.

Ari Wibawanto, dari BPKD menambahkan, setiap kelompok tani yang dibentuk oleh pemerintah pada dasarnya sama dengan kelompok tani yang dibentuk langsung oleh masyarakat. Mereka bisa mengajukan penggunaan dana tersebut sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (Er)

Monday, 10 August 2009

Petani Tidak Perlu Ragu


Jombang – Penerapan sistem pertanian organik dalam mengelola lahan pertanian akan membantu menjaga kesuburan tanah. Karena itu, petani tidak perlu ragu untuk segera beralih pada system pertanian organik

Pernyataan tersebut dikemukakan Menteri Pertanian RI, Anton Apriyantono, seusai melakukan panen raya padi organik di Desa Sudimoro Kecamatan Megaluh, Jombang, Minggu (9/8/2009). “Tanah akan semakin kaya dengan unsur organisme jika petani secara kontinu menggunakan pupuk organic,” katanya.


Anton Apriyantoto mengaku terkesan dengan perilaku petani Jombang yang menyediakan 365 hektar lahan untuk praktek teknologi pemupukan organik. “Sejak menggunakan metode pertanian organic ternyata hasilnya menggembirakan. Jadi, saya fikir petani tak perlu ragu,” lanjutnya.


Anton menambahkan, sejak zaman nenek moyang dulu sudah mengenal pupuk organik. Namun, pergeseran paradigma pertanian untuk memacu produktivitas pertanian, lahirlah kebijakan yang dinamakan revolusi hijau. Produksi dipacu dengan pupuk dan pengendalian hama yang berbahan kimia. “Namun, dari kebijakan revolusi hijau, masalah yang muncul pada saat ini adalah tanah semakin kehilangan unsur hara dan hilang kesuburan,” ujar Menteri Pertanian.


Wakil Bupati Jombang, Widjono Soeparno mengatakan, pengembangan pertanian organik di kabupaten Jombang akan ditingkatkan. Lahan seluas 625 hektar tengah disiapkan untuk mendukung pengembangan pertanian organik. Luas lahan tersebut meningkat jika dibanding sebelumnya yang hanya seluas 325 hektar. “Harapan kita adalah dapat membantu peerintah menggalakkan pertanian organik,” katanya.

Friday, 7 August 2009

PEMANFAATAN JERAMI PADI UNTUK KONSERVASI


Oleh : Ir. Rahman Arinong, MP

Telah lama diketahui bahwa usaha peningkatan produksi bahan makanan dunia selalu tidak dapat mengejar kecepatan pertumbuhan penduduk dunia। Hal ini antara lain karena kondisi tanah dan air sebagai sumberdaya alam pada umumnya sudah mengalami degradasi sedemikian rupa sehingga memerlukan usaha konservasi yang sungguh-sungguh।

Pengawetan tanah dan air, yang lebih tepatnya disebut konservasi tanah dan air adalah usaha – usaha untuk menjaga dan meningkatkanh produktivitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktivitas tanah menurun terutama karena erosi, maka kualitas air teutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar, sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.

Kekhawatiran kita akan semakin beralasan dengan kedaan iklim yang tidak menentu, dimana sewaktu-waktu terjadinya kekeringan karena kemarau panjang dan sewaktu-waktu terjadi penggenangan air atau banjir akibat curah hujan yang tinggi. Selama belum dapat mengelola air dengan baik maka selama itu pula masalah-masalah kekeringan dan banjir akan selalu terulang yang dapat menurunkan tingkat produktivitas tanah dan kualitas air.

Penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa penutup tanah seperti jerami padi dalam konservasi tanah dan air sudah sering dilakukan karena dapat mencegah terjadinya erosi dengan menghindarkan pengaruh-pengaruh langsung dari curah hujan terhadap tanah. Selain itu dapat meningkatkan kegiatan jasad hidup dalam tanah yang dapat menyebabkan terbentuknya pori-pori makro di dalam tanah.

Sisa-sisa tanaman penutup tanah akan menghambat kecepatan aliran permukaan (run off), oleh karena dapat mengurangi tekanan gesekan dan kapasitas pengaliran air dipermukaan tanah.

Kandungan lumpur dalam aliran air dipermukaan tanah yang terdapat mulsa ternyata jauh lebih sedikit daripada aliran air di permukaan tanah yang diolah secara biasa tanpa mulsa.

Dalam setiap kegiatan penelitian terutama di negara berkembang, maka teknologi baru hendaknya dapat diterapkan sehingga alih teknologi didalam masyarakat dapat membawa perubahan pada kondisi sosial ekonominya. Agar usaha peternakan lebih menguntungkan, petani ternak harus dapat melakukan penekanan biaya makanan dengan tidak mengurangi nilai gizi dari pakan. Untuk itulah maka kesangsiang petani peternak dalam hal pemanfaatan bahan-bahan inkomvensional sebagai pakan ternak segera dihilangkan, mengingat harganya yang relatif murah, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan manusia.

Produktivitas ternak akan baik apabila diimbangi dengan faktor produksi seperti bibit unggul, pakan yang bermutu dan obat-obatan. Dari ketiga faktor tersebut disinyalir bahwa 70 % biaya produksi digunakan untuk pakan ternak. Oleh karena itu dalam mengelolah usaha petrnakan, hendaknya mempertimbangkan faktor pakan dengan saksama.

Salah satu faktor yang menetukan suksesnya suatu usaha peternakan ialah pemberian pakan ternak. Pemberian pakan ternak yang sesuai serasi baik kualitas dankuantitasnya akan sangat penting artinya bagi ternak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi genetisnya.

Pada umumnya peternak kita masih memelihara ternaknya secara ekstensif tradisional dengan sumber pakannya atau hijauan hanya diharapkan dari rumput lapangan yang tumbuh di pinggir jalan, sungai, pematang sawah dan tegalan yang mana produksi rumput ini sangat tergantung pada musim, tidak tetap sepanjang tahun. Pada musim hujan produksinya berlimpah sedang musim kemarau relatif sedikit. Kurangnya pakan ternak sering membawa dampak terhadap kelangsungan kehidupan ternak. Musnahnya sumberdaya ternak ini sebenarnya merupakan akibat dari kelalaian petani ternak yang kurang memanfaatkan potensi alam yang dimiliknya.

Sebagai negara agraris, kekurangan hijauan pakan ternak adalah hal yang mustahil bila saja petani kita dapat memanfaatkan limbah pertaniannya sebagai sumber pakan ternak.

Banyak bahan makanan yang merupakan hasil limbah baik itu limbah pertanian maupun limbah industri, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengganti yang dapat memenuhi nilai gizi ransum yang setara atau lebih tinggi, relatif murah, mudah mendapatkannya serta penggunaannya sebagai bahan pakan ternak tidak bersaing dengan manusia, salah satu diantaranya adalah penggunaan jerami padi yang banyak terdapat disekitar persawahan setelah padi dipanen oleh petani dan dibuang begitu saja sebagai limbah hasil pertaniaanya।

POTENSI JERAMI PADI

Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk dau sesudah diambil buahnya yang masak. Lebih kurang 30 % jerami padi digunakan untuk beberapa kepentingan manusia berupa atap rumah, kandang, penutup tanah (mulsa), bahkan bahan bakar industri dan untuk pakan ternak (bila terpaksa) selebihnya dibuang atau dibakar yang tidak jarang akibatnya mengganggu keseimbangan linkungan.

Menurut hasil survei Limbah Pertanian yang dilakukan oleh Team Fakultas Peternakan UGM (1982) melaporkan luas panen 5.069.385 Ha dengan produksi jerami pada rata-rata 3,39 ton /Ha sehingga total produksi pertahun 1.928.900 ton.

Jumlah bahan organik sisa - sisa tanaman ( jerami ) dapat diperkirakan bila indeks panen (harvest index) tanaman diketahui. Indeks panen padi yang telah dimuliakan adalah sekitar 0,5 , sedang jenis – jenis yang lama dibawah angka ini. Misalnya suatu pertanaman padi menghasilkan 3 ton gabah per hektar, maka dengan indeks panen 0,4 tanaman tersebut menghasilkan 10/4 x 3 ton = 7,5 ton gabah plus jerami , jadi 7,5 – 3 = 4 ton jerami per hektar. Produksi sisa –sisa tanaman akan lebih banyak bila tanaman tumbuh lebih subur dan populasi tanamanper hektar tinggi. Untuk mendapatkan tanaman yang subur, perlu dilakukan pemupukan, bersama usaha-usaha lainnya.

PEMANFAATAN JERAMI UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR

1. Manfaat Sebagai Mulsa

Pemulsaan adalah menutupi permukaan tanah dengan sisa-sisa tanaman (jerami padi) benar - benar berkemampuan mencegah berlangsungnya erosi, dikarenakan pemulsaan akan melindungi tanah permukaan dari daya timpa butir-butir hujan, dan melindungi tanah permukaan tersebut dari daya kikis aliran air di permukaan. Selain itu mulsa juga berpengaruh pada suhu, Kelembaban, sifat-ifat fisik tanah, kesuburan dan biologi tanah.

Menurut D.J. Greenland dan R. LAL, dalam ‘’ Soil Conservation and Management in the Humic Tropic ” New York, 1977 dengan dilakukan nya pemulsaan konservasi air dalam tanah dapat diperbaiki, jumlah pori-pori yang dapat menginfiltrasikan air meningkat juga dengan adanya pemulsaan evaporasi yang berlebihan dapat dikurangi dan teraturnya suhu.

2. Peranan Mulsa Untuk Konservasi Tanah

Mulsa melindungi lapisan atas tanah yang akan menghancurkan struktur tanah, jadi mengurangi terisimya pori-pori tanah dengan bagian – bagian tanah yang telah hancu. Dengan mengurangi terjadinya pengompakan tanah ini, mulsa memelihara kemampuan tanah meresapkan air. Air lebih banyak masuk kedalam tanah, dan kalau cukup banyak akan terus masuk kelapisan tanah yang lebih dalam. Bertambahnya air yang masuk kedalam tanah meningkatkan kadar air tanah sampai mencapai kapasitas lapang, lapisan per lapisan. Mulsa memperbaiki porositas dandaya memegang air tanah.

Dengan mencegah penghancuran tanah, mulsa mengurangi terbentuknya kulit tanah (crust). Mulsa juga mengurangi jumlah dan jarak percikan akibat benturan hujan pada tanah. Bahan mulsa yang melapuk memperbaiki struktur tanah, dengan memperbaiki agregasi tanah. Dengan memelihara struktur tanah, pemulsaan merupakan salah satu teknologi yang dapat mengurangi kebutuhan pengolahan tanah.

Kondisi tanah dibawah mulsa kondusif untuk kegiatan – kegiatan biologik tanah, hal ini disebabkan tersedianya bahan makanan organic dan lebih stabilnya kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban). Cacing – cacing dan organisme tanah lainnya membuat saluran-salurang dan sarangnya di dalam tanah sehinggamemperbaiki aerasi dan memperbesar kemampuan tanah meresapkan air. Eksreta cacing – cacing tanah mengandung lebih banyak liat dan karbon dibandingkan dengan tanah asalnya. Dengan penuaan (ageing), ekskreta yang diletakkan diatas permukaan tanah menghasilkan agregat-agregat mantap air, yaqng lebih tahan terhadap erosi.

Karena berpengaruh baik pada sifat-sifat fisik tanah dan kelembaban tanah, pemulsaan dapat juga menguntungkan pada perkecambahan dan munculnya tanaman baru.

3. Peranan Mulsa Untuk Konservasi Air

Dengan lebih rendahnya suhu, terlindunginya permukaa tanah, dari angin dantertekannya pertumbuhan gulma, mulsa mengurangi eveporasi atau evapotranspirasi. Bila tanah yang terbuka dan basah dapat kehilangan air 12 mm dalam tiga sampai lima hari, maka tanah yang di mulsa memerlukan beberapa minggu untuk menghilangkan jumlah ini. Konservasi air oleh mulsa penting pada pertanian di daerah iklim kering. Kontribusi mulsa ini juga penting di daerah basah yang mempunyai musim kering. Di daerah tropika basah, periode – periode kering yang pendek juga sering terjadi pada musim hujan.

Pemulsaan tanah memperbesar infiltrasi curah hujan dengan jalan mencegah hujan menghancurkan agregat-agregat dan memperbaiki struktur tanah. Kelembaban tanah yang lebih tinggi karena bertambahnya infiltrasi air dan berkurangnya evapotranspirasi dari tanah dan gulma menguntungkan tanaman bila curah hujan rendah dan kurang terdistribusi membatasi pertumbuhan tanaman. Dengan suplai air yang lebih baik, tanaman dapat memacu pertumbuhannya pada musim kemarau karena giatnya fotosintesa. Kemampuan menyediakan air oleh tanah dapat ditingkatkan secara berarti dengan pemulsaan.

PEMANFATAAN JERAMI SEBAGAI SUMBER PAKAN

1. Pengolahan Jerami Padi Untuk Pakan

Pada dasarnya ternak ruminansia mampu mensintesa protein dari bahan makanan yang berkualitas rendah sekalipun karena dalam rumennya terdapat mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik, cellulase, dan hemicellulase. Pada prinsipnya pengolahan jerami padi ini mengikuti pola kerja mikroorganisme rumen.

Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan di Indonesia dengan berbagai cara (Sutrisno dan Sukamto , 1985) antara lain :

a. Digunakan langsung dalam ransum tanpa diolah lebih dahulu

b. Pengolahan untuk mempertinggi nilai pakannya

c. Pengawetan untuk menjaga kelangsungan penyediaan pakan ternak.

Upaya untuk meningkatkan nilai gizi jerami padi dengan beberapa pra-perlakuan , seperti fisik, kimia dan biologis dapat dilihat pada gambar 1. Dari berbagai cara yang dikemukakan pada gambar 1, nampaknya yang menguntungkan dan mudah dilaksanakan adalah cara kimia dengan mencampur jerami padi dengan larutan urea. Hasil campuran inilah disebut Jerami padi amoniasi.

Mikroorganisme rumen akan berkembang biak secara maksimal bila tersedia protein kasar yang cukup dengan minimal 8- 10 persen dalam ransum. Hasil akhir proses dalam rumen ini ialah amoniak (dari protein) untuk sumber protein dan asam lemak terbang (dari serat kasar) sebagai sumber energi (Komar, 1983) . Amoniak akan berperan dalam hidrolisa ikatan-ikatan cellulose, menghancurkan ikatan Lino-hemicellulosa (khusus jerami padi juga melarutkan sebagai silika), terjadinya fiksasi Nitrogen maka kandungan protein kasar akan meningkat.

2. Nilai Gizi Pakan

Jerami padi sebagai hasil sisa dari tanaman padi mengandung protein kasar 3,6 persen ; lemak 1.3 persen; BETN 41,6 persen ; Abu 16 ,4 persen; Lignin 4,9 persen; serat kasar 32,0 persen; silika 13,5 persen ; Kalsium 0,24 persen; Kalium 1,20 persen ; Magnesium 0,11 persen dan posphor 0,10 persen . Walaupun pada kenyataannyajerami padi miskin akan zat-zat makanan, namun sekitar 40 persen dapat dicerna sebagai sumber energi dalam proses pencernaan ternak ruminansia. Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh adanya Lignin dan silika yang menngikat Cellulosa dan Hemicellulosa dalam bentuk ikatan rangkap , sehingga sukar dicerna oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen (salah satu bagaian perut ternak ruminansia.

3. Cara Pembuatan Jerami Padi Amoniasi.

Menurut Chadarsyah ( 1984) pada dasarnya prinsip kerja ammonia, berawal dari bahan baku pupuk urea yang biasa digunakan petani peternak. Urea yang ada dilarutkan dalam air dengan ukuran tertentu . Untuk lebih jelas dapat dilihat reaksi sederhana sebagai berikut :

H2O

Urea NH3

Urease

NH2

CO 2NH3 + CO2

+ H2O

NH3 + H2O NH4OH

Larutan air yang mengandung urea tersebut disemprotkan / dipercikkan pada jerami maka Amoniak (NH3) pada proses amoniasi akan berperan sebagai berikut :

a. Menghidrolisa ikatan lignin-cellulosa

b. Menghancurkan ikatan lignin –hemicellulosa (khusus jerami padi juga melarutkan sebagian silika)

c. Memuaikan/mengembangkan serat cellulose sehingga memudahkan penetrasi enzim cellulosa pada saat jerami padi ada dalam rumen.

d. Berkat adanya pengikatan nitrogen pada jerami padi saat proses amonia maka kandungan protein kasar jerami akan mengikat.

Pada akhirnya peranan NH3 (Amoniak) ialah untuk membebaskan cellulosa dari ikatan lignin yang tak dapat dicerna dengan demikian maka mikroorganisme dalam rumen dapat mencerna serat kasar tersebut dengan baik.

Pembutan jerami padi amoniasi tidaklah sulit untuk dikerjakan .Pada prinsipnya adalah mencampur jerami padi dengan larutan urea lalu diperam selama kurang lebih tiga minggu. Langkah kerjanya sebagai berikut :

1. Mengumpulkan jerami padi secukupnya, lalau ditimbang untuk mengetahui perbandingan bahan baku dengan larutan yang akan digunakan.

2. Membuat/ menggali lubang bila menggunakan tanah sebagai tempat pemeramnya atau menggunakan kantung plastik.

3. Membuat larutan urea denganperbandingan 48 gram urea (48 % N ) dicampur dengan satu liter air untuk satu kg bahan kering jerami padi atau secara praktis untuk satu zak urea dicampur dengan 320 liter air (bila jerami yang tersedia diperkirakan kadar airnya 30 %), kemudian larutanurea tadi disemprotakn secara merata pada kurang lebih 800 kg jerami padi.

4. Jerami padi yang telah disemprot tadi lalu dimasukkan kedalam kantong plastik atau kedalam lubang dengan catatan terlebih dahulu lubangnya dialasi plastik untuk mencegah perembesan larutan atau gas ke dinding lubang. Setelah itu lubangnya ditutup rapat dan dibiarkan selama tiga minggu. Setelah tiga minggu dapat dipanen untuk diberikan pada ternak dengan catatan sebelum diberikan dikering anginkan dulu.

4. Manfat Amoniasi


Beberapa manfat dari Amoniasi adalah sebagai birikut :

A. Memperkaya Kandungan Protein

Sebagian dari amoniak yang diinjeksi meresap kedalam hijauan atau jerami dengan demikian maka kandungan protein kasar meningkat. Penigkatan ini tercermin dari adanya fiksasi amoniak yang diinjeksikan. Kandungan protein meningkat dua sampai empat kali lipat dari kandungan protein semula. Protein ini dapat dipergunakan dengan baik oleh mikro arganisma dalam rumen sehingga dengan demikian jerami dapat dicerna lebih baik karena dihasilkan enzim sellulase yang berarti pula dapat meningkatkan nilai energi dari jerami yang diolah tersebut.

Disamping itu protein yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan protein ternak yang mengalami defisit bila jerami tersebut diberikan tanpa diolah.

B. Meningkatkan Daya Cerna

Peningkatan daya cerna ini adalah berkat :

1. Terurainya ikatan antara lignin sellulosa dan lignin hemisellulosa.

2. Dengan adanya protein yang tersedia maka mirkroorganisma dapat berkembang dengan baik .

Peningkatan daya cerna bahan organik dapat mencapai sekitar 10 – 15 unit atau suatu peningkatan sebesar antara 20 – 30 persen.

C. Meningkatkan Kuantitas Konsumsi

Pengolahan dengan amoniak ternyata dapat meningkatkan kuantitas konsumsi yang berarti jumlah protein dan energi yang dikonsumsi lebih dapat ditingkatkat bila dibandingkan dengan jerami yang tidak diolah।

PENUTUP

Pada hakikatnya jerami padi yang dijadikan mulsa berperan dalam konservasi tanah dan air karena mempunyai kemampuan dalam hal memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Makin besar jumlah bahan mulsa yang di tempatkan di permukaan tanah, maka ternyata hasilnya akan lebih efektif dalam pengawetan lahan dari serangan erosi, oleh karena itu pemberian bahan mulsa dalam jumlah yang optimal perlu diperhatikan . Pemberian mulsa secara optimal selain sangat berpengaruh optimal dalam mengurangi tingkat erosi, juga memberi pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pengolahan bahan jerami padi dengan perlakuan jerami padi dengan amoniasi membawa efek yang positif terhadap nilai nutrisi ternak. Nampaknya amoniasi jerami padi mempunyai peluang untuk dikembangkan secara intensif pada masyarakat khususnya yang mempunyai ternak dalam rangka menanggulangi problema kekurangan pakan ternak.

Dengan cara tersebut diatas diharapkan limbah pertanian terutama jerami padi yang biasanya hanya dibuang begitu saja, yang mempunya nilai gizi / relatif rendah dapat ditingkatkan nilai manfaatnya.


Thursday, 6 August 2009

7 Manfaat Budidaya Padi Metode SRI

1. Hemat air ( cukup macak-macak, tidak digenang, kebutuhan air 20% s/d 30%, dari pola konvensional).

Air merupakan sumber dari hidup dan kehidupan. Dewasa ini air menjadi sesuatu yang langka. Hal ini terjadi sebetulnya adalah akibat dari kita juga yang tidak pernah mengatur pemakaian air. Maka jangan heran, jika air menjadi rebutan. Bukan hanya petani saja yang berebut air, tapi hampir semua lapisan masyarakat berebut air. Sampai terjadi di di Kabupaten Garut direktur BHMD yang berdasi pun berebut air dengan masyarakat.

Oleh karena itu, bayangkan jika seluruh lahan sawah yang ada di Kabupaten Garut bisa berpaling ke budidaya padi metode SRI, tentu masalah kekurangan air bisa diminimalisir.

2. Hemat benih ( membutuhkan sekitar 5 s/d 7 kg / Ha. Biaya produksi semakin ringan, syarat dengan kearifan lokal).

Cara bertani konvensional yang selama ini saya lakukan, saya sadari sebagai cara bertani yang boros. Untuk luas lahan 1 Ha membutuhkan 25 kg benih per Ha. Padahal, dengan budidaya padi metode SRI, 5 kg benih bisa cukup untuk 1 Ha. Memang jika hanya melihat satu Endaj saja sebagai petani yang melakukan budidaya ini tidak terlalu berpengaruh, tapi bayangkan jika seluruh petani di Kabupaten Garut melakukan budidaya padi metode SRI, berapa ton benih yang bisa dihemat = berapa duit yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain.

Sebagai ilustrasi :

Luas lahan sawah di Kabupaten Garut berdasarkan data tahun 2004 adalah 111.579 Ha (sumber: situs resmi Kabupaten Garut). Jika petani dalam budidaya padi menggunakan metode Konvensional, maka dibutuhkan benih per musim sebesar 25 kg x 111.579 Ha = 2.789.475 Kg benih. Jika 1 kg benih = Rp. 5000,- , kebutuhan benih per musim untuk Kabupaten Garut setara dengan Rp. 13.947.375.000,-= 13,9 M.

Coba bayangkan jika seluruh petani di Kabupaten Garut melakukan budidaya padi metode SRI, kebutuhan benih per musim adalah 5 kg x 111.579 Ha = 557.895 Kg Benih, atau setara dengan

Rp. 2.789.475.000,- = 2,7 M.

Kita bisa bayangkan, jika seluruh petani dengan luas lahan 111.579 Ha di Kabupaten Garut memakai budidaya padi metode SRI, sama dengan menghemat duit 11,2 M per musim. Jika dalam satu tahun berapa yang bisa dihemat?

Inilah contoh penanaman hemat benih ala budidaya padi metode SRI :

3. Memulihkan kesuburan tanah (struktur dan tekstur tanah). Terwujudnya keseimbangan ekologi tanah.

Bukan rahasia lagi jika salah satu penyebab produksi beras nasional kita terus menurun adalah karena kesuburan tanah yang semakin berkurang. Revolusi Hijau yang dicanangkan pemerintah Orde Baru telah menjadi bumerang yang memakan tuannya sendiri. Penggunaan pupuk kimia sintetis, dan pestisida kimia sintetis telah membuat tanah menjadi aus dan mengganggu ekosistem alami sawah. Untuk itu, upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem perlu segera dilakukan. Karena, jika tanah dan ekosistem telah baik, maka tanaman yang tumuh di dalamnya pun akan tumbuh dengan subur.

Budidaya Padi Metode SRI, sangat memperhatikan betul masalah kesuburan tanah. Oleh karena itu, kami para petani pengembang SRI khususnya di Kabupaten Garut sangat mengharamkan pemakaian pupuk kimia sintetis dan pestisida sintetis. Untuk mengembalikan kesuburan tanah, kami menggunakan pupuk kompos buatan sendiri dan pestisida nabati racikan sendiri.

4. Membentuk petani mandiri, yang mampu meneliti dan jadi ahli dilahannya sendiri. Tidak ketergantungan pada pupuk sintetis pestisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.

Kami sebagai petani menyadari bahwa jika kondisi pertanian yang ada sekarang tidak segera diperbaiki, di masa depan apa yang akan kami makan? Sudah tanahnya tidak subur, pupuknya langka dan mahal, eh.. produksinya gagal panen. Untuk itu solusinya tidak lain adalah harus menjadi petani mandiri, peniliti yang ahli minimal di lahan sendiri.

Dikatakan mandiri karena kami selalu berupaya memenuhi kebutuhan saprodi tanpa harus membeli mahal-mahal buatan pabrik. Kompos kami bisa buat sendiri, pestisida pun kami bisa meracik sendiri, benih tidak harus membeli yang label pun kami bisa seleksi sendiri, apa lagi yang harus bikin kami tergantung pada kapitalis-kapitalis produsen sarana produksi pertanian?

Dikatakan peneliti karena kami selalu mengambil pelajaran dari apa yang telah kami lakukan di lahan kami. Kami para petani pengembang SRI selalu tukar pengalaman mengenai penanganan hama secara alami, mengenai racikan pupuk kompos yang bagus, mengenai racikan pestisida nabati, sampai mengetahui kondisi kesuburan tanah dengan cara kami sendiri. Apa yang kami lakukan itu tidak cukup membuat kami menjadi peneliti?

5. Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi penganguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.

Budidaya padi metode SRI bisa mempunyai efek peningkatan ekonomi di pedesaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung budidaya padi metode SRI membuka lapangan pekerjaan baru, karena dalam budidaya padi metode SRI tenaga kerja yang diperlukan lebih banyak dibanding metode konvensional. Seperti dalam tandur, ngarambet yang intensitasnya bertambah, penyemprotan sampai tujuh kali, dll. Selain itu, pembuatan pupuk kompos dan pestisida nabati pun tentunya memerlukan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan membeli pupuk kimia dan pestisida kimia sintetis yang instant.

Secara langsung, budidaya padi metode SRI ini bisa meningkatkan pendapatan keluarga Petani. Dengan kerja keras yang lebih dibandingkan dengan metode konvensional, tentunya hasilnya pun akan lebih. Hasil panen budidaya padi metode SRI pada musim pertama bisa meningkat menjadi minimal 6 ton/Ha GKP. Musim kedua dan selanjutnya terus meningkat. Bahkan, petani pengembang SRI garut bisa mempunyai hasil panen sampai dengan 14 ton / Ha.

6. Menghasilkan produksi beras yang sehat Rendemennya tinggi, tidak mengandung residu kimia.

Beras hasil budidaya metode SRI jelas berbeda dibandingkan dengan beras hasil metode konvensional. Beras hasil budidaya metode SRI selain mempunyai rendemen yang lebih tinggi, juga tidak ada kandungan residu kimia. Terbukti, hasil pengujian laboratorium Deptan Balitbang Pertanian, dalam kandungan beras kami tidak terdeteksi adanya residu Pestisida seperti Organoklorin, Organofosfat, Piretroid, dan Karbamat. Mau mencoba mengkonsumsi beras kami?

7. Mewariskan tanah air yang sehat pada generasi mendatang.

Terakhir, manfaat yang paling utama adalah bagaimana kita bisa mewariskan tanah air yang sehat kepada generasi mendatang. Jika alam pertanian tetap dibiarkan seperti kondisi sekarang, apa yang akan kita wariskan terhadap anak cucu kita? Dengan budidaya padi metode SRI setidaknya kita telah berusaha untuk mengembalikan kesuburan tanah yang telah kita rusak sebelumnya.

Demikian uraian mengenai tujuh manfaat dari budidaya padi metode SRI. Mudah-mudahan dengan uraian yang singkat ini bisa membuat saudara-saudara berpaling kepada budidaya padi metode SRI.