Siapkan pendukung; Zaini (kanan), memelihara ternak sebagai sarana pendukung pertanian organik।
Termotivasi Mengembalikan Kesehatan Pangan
Bertani organik bukan hanya untuk mengembalikan kesuburan tanah yang rusak akibat terkontaminasi kimia। Bertani organik merupakan usaha menuju kesehatan pangan.
Kualitas pangan di Negeri ini memprihatinkan. Tidak sedikit penyakit baru yang bermunculan akibat kondisi pangan yang tidak sehat. Situasi ini disadari oleh Zaini, petani asal Desa Ngogri, Megaluh, Jombang. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dia miliki, Zaini bertekad membantu menciptakan kondisi pangan yang sehat.
Sebagai petani tulen, Zaini terbilang sebagai petani yang tak cukup mapan. Areal sawahnya tidak sampai dalam hitungan satu hektar. Namun, mantan ketua organisasi pelajar NU (IPNU) Kabupaten Jombang ini rela menyisihkan seperempat lahannya dari total luas areal sawah yang dimiliki untuk dikonsentrasikan pada pengembangan pertanian organik. Baginya, pengembangan pertanian organik merupakan langkah mulia.
“Salah satu masalah bangsa kita khan soal pangan. Sekarang ini hasil pertanian kita sudah tidak sehat karena banyak tercampur bahan kimia,” katanya, Senin (12/10) siang.
Dengan pengetahuan tersebut, Zaini lantas membulatkan tekad untuk menerapkan sistem pertanian organik pada lahan persawahan miliknya. Dirinya sadar, beralih pada sistem pertanian organik, konsekwensinya harus siap dengan ancaman tidak memperoleh keuntungan dari mengelola lahan. “Bayang-bayang gagal panen saat menggunakan organik ya tetap ada. Tetapi yang namanya usaha khan harus tetap kita coba,” ujar bapak 2 anak ini.
Zaini menuturkan, meski kerap dibayangi kegagalan, namun dia tetap berusaha mengelola lahan pertaniannya dengan cara organik. Memang, kata Zaini, tidak semua sawahnya dikelola secara organik. Dirinya sengaja membagi areal sawahnya menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu meliputi lahan dengan penanganan organik, semi organik serta lahan tanpa pupuk organik.
Dikatakan Zaini, dirinya sengaja membagi areal lahannya agar bayang-bayang kegagalan memperoleh hasil dari pertanian dapat ditekan. Maklum, sumber ekonomi keluarganya hanya bergantung pada hasil pertanian. “Langkahnya memang bertahap dan tidak ingin terburu-buru,” aku dia.
Zaini menjelaskan, jika kesuburan tanah pada lahan pertanian yang dikelola secara organik sudah menunjukkan hasil sempurna, dirinya akan beralih pada lahan lainnya yang kini dikelola dengan semi organik. Demikian pula, lahan yang kini belum tersentuh bahan organik akan dikelola dengan sistem pertanian organik.
Sejak awal tahun 2009 lalu, Zaini sudah menerapkan sistem pertanian organik pada salah satu lahan miliknya. Musim pertama terbilang sukses karena hasil panen tak beda jauh dengan hasil saat masih menggunakan pupuk kimia. Namun, pada masa tanam kedua, hasil panennya menurun daripada sebelumnya. “Saya masih mencari penyebab kenapa hasil yang kedua bisa kurang,” terang Zaini.
Meskipun demikian, Zaini masih bisa bernafas lega. Beras hasil panennya mampu dijual dipasaran dengan harga lebih tinggi daripada harga beras pada umumnya, yakni Rp 7.000, hingga 7.500,- perkilogram. (Selesai) (Muhammad Syafi’i)
0 comments:
Post a Comment