Sistem Perekonomian Sakit, Rakyat Harus Bangkit
Jombang – Sistem ekonomi kerakyatan di Indonesai sedang sakit. Untuk menciptakan sistem ekonomi yang sehat dan mampu mengangkat rakyat dari keterpurukan ekonomi, masyarakat perlu mengembangkan sistem yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan rakyat kecil.
Demikian dikatakan KH. Sholahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Rabu (26/5) malam. Menurut Gus Sholah, untuk membangun sebuah sistem perekonomian yang baik harus dimulai dengan semangat yang jujur dan bisa dipercaya.
Saat ini, kata Gus Sholah, sulit dijumpai lembaga keuangan atau perbankan yang betul-betul memperhatikan keuntungan bagi nasabah atau anggotanya. “Terkesan cukup sulit memang untuk memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, namun itu bukan berarti tidak bisa dilakukan,” ujarnya saat diskusi public bertajuk Ekonomi Kerakyatan di halaman kantor Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Jombang.
Menurut Gus Sholah, untuk membangun perekonomian yang bisa mengentaskan rakyat dari keterpurukan, rakyat harus bangkit dengan mengandalkan diri sendiri. “Kalau perekonomian negara sudah sakit rakyat harus bangkit sendiri karena negara memang sudah tidak bisa diharapkan,” katanya.
Kacung Marijan, Ketua PW Lakpesdam NU Jawa Timur mengatakan, selama ini pemerintah menyuntikkan dana kepada lembaga keuangan rakyat dalam bentuk pinjaman. Namun pinjaman itu diformat seolah-olah itu adalah pertolongan dari negara kepada rakyat. “Sehingga aspek pendidikannya diabaikan. Akibatnya ya tidak sedikit lembaga keuangan rakyat yang akhirnya ambruk dan modal pun kembali menjadi milik pemerintah, sementara rakyat tidak dapat apa-apa,” kritiknya lugas.
Kacung mengatakan, membangun lembaga keuangan yang berbasis kerakyatan yang baik adalah jika modal diperoleh dari rakyat itu sendiri dan keuntungannya juga diperuntukkan bagi rakyat. “Dari yang saya amati itu, membangun ekonomi rakyat ya harus dimulai dengan modal rakyat yang nantinya digunakan sendiri oleh rakyat itu sendiri, jadi sangsi atas pelanggaran juga untuk diri sendiri,” tuturnya.
Ungkapan senada disampaikan Francis Wahono, Direktur Yayasan Cindelaras Paritrana Yogyakarta. Dia bahkan menawarkan Credit Union (CU) sebagai alternatif untuk membangun perekonomian.
Menurut Wahono, selama ini rakyat Indonesia menjadi miskin karena beberapa faktor. “Satu, tidak disediakannya lapangan pekerjaan yang layak, dua tidak pernah menyisihkan sedikit uang untuk menabung. Seperti itulah problemnya sehingga rakyat Indonesia tetap miskin,” katanya.
Wahono menjelaskan, sebagai media membangun ekonomi rakyat, Credit Union (CU) merupakan alternatif sederhana dan cocok. Karena dalam prakteknya, CU tidak mengutamakan pemodal besar. “CU itu tidak mengutamakan pemodal besar. Kalau ada yang punya banyak uang ya harus berlagak menjadi pemodal kecil. Ikuti aturan rakyat mengumpulkan sedikit demi sedikit lalu dipinjam sendiri.” (Ms/Er)
Menurut Gus Sholah, untuk membangun perekonomian yang bisa mengentaskan rakyat dari keterpurukan, rakyat harus bangkit dengan mengandalkan diri sendiri. “Kalau perekonomian negara sudah sakit rakyat harus bangkit sendiri karena negara memang sudah tidak bisa diharapkan,” katanya.
Kacung Marijan, Ketua PW Lakpesdam NU Jawa Timur mengatakan, selama ini pemerintah menyuntikkan dana kepada lembaga keuangan rakyat dalam bentuk pinjaman. Namun pinjaman itu diformat seolah-olah itu adalah pertolongan dari negara kepada rakyat. “Sehingga aspek pendidikannya diabaikan. Akibatnya ya tidak sedikit lembaga keuangan rakyat yang akhirnya ambruk dan modal pun kembali menjadi milik pemerintah, sementara rakyat tidak dapat apa-apa,” kritiknya lugas.
Kacung mengatakan, membangun lembaga keuangan yang berbasis kerakyatan yang baik adalah jika modal diperoleh dari rakyat itu sendiri dan keuntungannya juga diperuntukkan bagi rakyat. “Dari yang saya amati itu, membangun ekonomi rakyat ya harus dimulai dengan modal rakyat yang nantinya digunakan sendiri oleh rakyat itu sendiri, jadi sangsi atas pelanggaran juga untuk diri sendiri,” tuturnya.
Ungkapan senada disampaikan Francis Wahono, Direktur Yayasan Cindelaras Paritrana Yogyakarta. Dia bahkan menawarkan Credit Union (CU) sebagai alternatif untuk membangun perekonomian.
Menurut Wahono, selama ini rakyat Indonesia menjadi miskin karena beberapa faktor. “Satu, tidak disediakannya lapangan pekerjaan yang layak, dua tidak pernah menyisihkan sedikit uang untuk menabung. Seperti itulah problemnya sehingga rakyat Indonesia tetap miskin,” katanya.
Wahono menjelaskan, sebagai media membangun ekonomi rakyat, Credit Union (CU) merupakan alternatif sederhana dan cocok. Karena dalam prakteknya, CU tidak mengutamakan pemodal besar. “CU itu tidak mengutamakan pemodal besar. Kalau ada yang punya banyak uang ya harus berlagak menjadi pemodal kecil. Ikuti aturan rakyat mengumpulkan sedikit demi sedikit lalu dipinjam sendiri.” (Ms/Er)
0 comments:
Post a Comment