Monday 12 April 2010

PERTANIAN

 

Harga Pupuk Naik, Nasib Petani Kian Suram

Jombang – Naiknya harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 35% mulai 9 April 2010, membuat nasib petani kian terpuruk. Kenaikan harga pupuk diyakini bakal menurunkan hasil pendapatan petani karena harga hasil panen tidak kunjung membaik.



Sudarmaji, Ketua Kelompok Karya Tani, Desa Pulorejo, Kecamatan Tembelang, Jombang mengatakan, kenaikan HET pupuk bersubsidi akan menimbulkan dampak serius bagi petani. Apalagi, kenaikan HET pupuk tidak diikuti dengan kesigapan pemerintah mengamankan harga hasil panen.

Menurut Sudarmaji, naiknya harga pupuk bersubsidi sebenarnya bisa difahami petani. Namun, kebijakan menaikkan HET pupuk bersubsidi selayaknya diikuti dengan menyeimbangkan harga jual hasil panen.

“Soal pupuk yang naik, petani menyadari saja karena subsidi (pupuk) dicabut. Tapi, pemerintah juga harus menjamin harga gabah waktu panen juga harus bagus. Karena kalau seumpama gabah tidak naik harganya, petani yang kalangkabut dan rugi,” kata Sudarmaji, Senin (12/4).

Sugianto, anggota tani Karya Tani, Desa Pulorejo mengungkapkan, kenaikan harga pupuk bersubsidi membuat petani kian tersudut. Pasalnya, harga gabah hasil panen yang diterima petani rata-rata masih dibawah HPP gabah yang ditetapkan pemerintah. “Kalau pupuk naik, jelas petani mengeluh, karena harga penjualan gabah tidak sesuai dengan harga pupuk. Jadi, penghasilan juga menurun,” ujarnya.

Menurut Sugianto, sebelum menetapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2010, tentang harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan menaikkan HPP gabah sebesar 15% pada 1 Januari 2010. Namun, kenaikan HPP gabah tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Kalau kering giling itu harganya 2.700,- itu saja tidak ada yang mau beli. Sekarang malah lebih hancur. Kalau basah harganya Rp. 2.100,- Padahal, katanya pemerintah itu khan punya harga dasar sekitar 2.600,- itu.”

Ahmad, petani asal Desa Tanjung Wadung, Kecamatan Ploso mengatakan, secara matematis biaya produksi untuk lahan pertaniannya akan meningkat seiring dengan naiknya harga pupuk. Tidak stabilnya harga jual hasil panen, diyakini akan membuat dia dan petani lainnya semakin rugi. “Harga (pupuk) tidak naik saja kami sudah menderita, apalagi ada naik," katanya.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jombang, Sadar Estuwati berharap, pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan menaikkan HET pupuk bersubsidi. Keterpurukan petani pada saat ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan pemerintah sebelum menetapkan kenaikan harga pupuk bersubsidi. (Ms/Er)



0 comments:

Post a Comment