Saturday, 17 April 2010

Kemuning Padi Tak Mencerahkan Asa Petani

PERTANIAN


“Panen tiba petani desa memetik harapan. Bocah bocah berlari lincah di pematang sawah.” Itulah sebait lagu yang dilantunkan Iwan Fals menggambarkan masa indah yang seharusnya dirasakan petani kala panen datang.

Panen datang senyum petani seharusnya mengembang. Namun, hal itu kini terasa sulit dilakukan petani. Pasalnya, realitas terkini, disaat panen datang harga gabah anjlok. Meskipun Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah naik 15% sejak 1 Januari lalu, namun jatuhnya harga gabah di bawah HPP tetap tidak terbendung.

Itulah kenyataan yang kini dihadapi Ahmad, petani asal Desa Tanjung Wadung Kecamatan Ploso, Jombang. Tanaman padi pada lahan seluas 0,5 hektar miliknya berhasil di panen, meski sempat tergenang banjir. Namun, keberhasilan panen itu tetap tak kuasa menghindarkannya dari kegelisahan. “Harga gabah terlalu rendah,  tidak sesuai dengan modal yang keluar,” keluhnya.

Ahmad menuturkan, HPP yang ditentukan pemerintah sebesar Rp2.640,- untuk gabah kering panen (GKP). Namun, ketetapan itu hanya berbentuk aturan. Di pasaran, harga gabah kering panen (GKP) hanya berkisar antara Rp2.100 hingga Rp2.200 per kilogram.

Kondisi ini membuat Ahmad tidak mampu memunculkan senyum ceria. Apalagi, disaat yang hampir bersamaan dengan datangnya masa tanam gadu, harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi dinaikkan hingga 35% per 9 April tahun ini. Praktis, naiknya harga eceran pupuk bersubsidi membuat Ahmad tak mampu menikmati hasil panennya.

Cukup beralasan, sebab kata Ahmad, seiring dengan naiknya harga pupuk, biaya tanam berikutnya pada lahan pertaniannya akan meningkat. Dengan hasil panen sekarang, biaya tanam pada masa gadu belum tentu tercukupi dari hasil menjual gabah. “Mungkin saya akan cari hutangan supaya tetap bisa tanam,” ujar Ahmad.

Kegelisahan serupa dirasakan Mahmud, petani asal Jati wates Desa Tembelang, Kecamatan Tembelang, Sugianto serta Sudarmaji, petani asal Desa Pulorejo, Tembelang. Ditengah ketidakpastian harga gabah di pasaran, pemerintah justru menetapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2010, tentang harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.

Naiknya harga pupuk, kata Mahmud, jelas akan menyengsarakan petani sebab meskipun HPP gabah naik 15%, namun fakta dilapangan menunjukkan harga gabah masih dibawah harapan. Apalagi, dalam beberapa hari kedepan, petani akan memulai masa tanam. “Saat ini harga gabah hancur,” ujarnya.

Sugianto, petani lainnya mengatakan, kenaikan harga pupuk bersubsidi akan membuat petani kian tersudut. Pasalnya, harga gabah hasil panen yang diterima petani rata-rata masih dibawah HPP gabah yang ditetapkan pemerintah. “Kalau pupuk naik, jelas petani mengeluh, karena harga penjualan gabah sekarang tidak sesuai dengan (naiknya) harga pupuk.” (Ms/Er)

0 comments:

Post a Comment