Monday, 19 April 2010

MODAL USAHA PERTANIAN

Tersedia Rp. 4 Milyar Pinjaman Modal bagi Petani

Jombang – Untuk membantu usaha pengembangan pertanian, pemerintah daerah Jombang menyediakan dana kredit lunak khusus bagi petani. Jumlah kredit yang bisa diajukan petani melalui kelompok tani senilai antara Rp 30 juta hingga Rp. 50 juta.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Suhardi mengatakan, anggaran kredit lunak yang dikhususkan bagi petani pada tahun 2010 ini sebanyak Rp 4 Milyar. Bagi petani yang mau mengajukan kredit bisa melakukannya melalui kelompok tani masing-masing. “Anggarannya itu ada Rp. 4 Milyar dan bisa dipinjam melalui kelompok tani,” ujarnya.

Suhardi menjelaskan, untuk mengajukan pinjaman usaha pertanian, pihaknya tidak merumuskan prosedur yang rumit. Melalui kelompok tani, petani bisa mengajukan pinjaman. Dari berkas pengajuan pinjaman tersebut, Dinas Pertanian akan melakukan verifikasi kelayakan pengajuan.

Setelah mendapat rekomendasi dari tim khusus yang dibentuk Dinas Pertanian, petani bisa menikmati pinjamannnya yang dicairkan melalui Bank Daerah. “Pengajuannya tidak sulit, setelah mengajukan petani langsung bisa mencairkan sendiri ke Bank Daerah,” ungkap Suhardi.

Ia menambahkan, jumlah pinjaman yang direkomendasikan berkisar antara Rp. 30 juta hingga Rp. 50 juta. “Jumlah itu bisa lebih, tergantung dari luas lahan yang diajukan.”

Suhardi berharap, fasilitas kredit lunak khusus bagi petani bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha pertanian. Namun, ia juga meminta kepada kelompok tani agar selektif terhadap petani yang mengajukan pinjaman. “Karena sistem pembayaran yang ditentukan oleh Bank adalah sistem tanggung renteng, maka kelompok tani harus berhati-hati dalam menentukan petani mana yang layak menerima pinjaman,” ujarnya.

Sebab, lanjut Suhardi, keteledoran dari salah seorang petani dalam pengembalian pinjaman akan berdampak pada seluruh petani yang harus menanggung biaya pengembalian secara bersama-sama,” tambahnya.

Informasi Tak Merata
Sementara itu, Mahmud, petani asal Tembelang, Jombang mengatakan, informasi tentang peluang kredit lunak bagi petani tidak banyak diketahui petani. Tidak meratanya informasinya tersebut membuat peluang kredit hanya bisa dinikmati oleh sebagian petani. “Sepertinya (kredit) pinjaman itu diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja,” ujarnya, Senin.

Sebelunya, Sugianto mengungkapkan hal senada. Keterbatasan informasi tentang peluang kredit usaha pertanian, membuat Sugianto memilih langsung berhubungan langsung dengan Bank. “Saya belum pernah dapat pinjaman apapun dari pemerintah atau juga dari kelompok tani. Katanya sih ada, tapi saya belum pernah merasakan. Ditawari juga tidak pernah,” aku dia. (Ms/Er)



Saturday, 17 April 2010

Kemuning Padi Tak Mencerahkan Asa Petani

PERTANIAN


“Panen tiba petani desa memetik harapan. Bocah bocah berlari lincah di pematang sawah.” Itulah sebait lagu yang dilantunkan Iwan Fals menggambarkan masa indah yang seharusnya dirasakan petani kala panen datang.

Panen datang senyum petani seharusnya mengembang. Namun, hal itu kini terasa sulit dilakukan petani. Pasalnya, realitas terkini, disaat panen datang harga gabah anjlok. Meskipun Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah naik 15% sejak 1 Januari lalu, namun jatuhnya harga gabah di bawah HPP tetap tidak terbendung.

Itulah kenyataan yang kini dihadapi Ahmad, petani asal Desa Tanjung Wadung Kecamatan Ploso, Jombang. Tanaman padi pada lahan seluas 0,5 hektar miliknya berhasil di panen, meski sempat tergenang banjir. Namun, keberhasilan panen itu tetap tak kuasa menghindarkannya dari kegelisahan. “Harga gabah terlalu rendah,  tidak sesuai dengan modal yang keluar,” keluhnya.

Ahmad menuturkan, HPP yang ditentukan pemerintah sebesar Rp2.640,- untuk gabah kering panen (GKP). Namun, ketetapan itu hanya berbentuk aturan. Di pasaran, harga gabah kering panen (GKP) hanya berkisar antara Rp2.100 hingga Rp2.200 per kilogram.

Kondisi ini membuat Ahmad tidak mampu memunculkan senyum ceria. Apalagi, disaat yang hampir bersamaan dengan datangnya masa tanam gadu, harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi dinaikkan hingga 35% per 9 April tahun ini. Praktis, naiknya harga eceran pupuk bersubsidi membuat Ahmad tak mampu menikmati hasil panennya.

Cukup beralasan, sebab kata Ahmad, seiring dengan naiknya harga pupuk, biaya tanam berikutnya pada lahan pertaniannya akan meningkat. Dengan hasil panen sekarang, biaya tanam pada masa gadu belum tentu tercukupi dari hasil menjual gabah. “Mungkin saya akan cari hutangan supaya tetap bisa tanam,” ujar Ahmad.

Kegelisahan serupa dirasakan Mahmud, petani asal Jati wates Desa Tembelang, Kecamatan Tembelang, Sugianto serta Sudarmaji, petani asal Desa Pulorejo, Tembelang. Ditengah ketidakpastian harga gabah di pasaran, pemerintah justru menetapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2010, tentang harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.

Naiknya harga pupuk, kata Mahmud, jelas akan menyengsarakan petani sebab meskipun HPP gabah naik 15%, namun fakta dilapangan menunjukkan harga gabah masih dibawah harapan. Apalagi, dalam beberapa hari kedepan, petani akan memulai masa tanam. “Saat ini harga gabah hancur,” ujarnya.

Sugianto, petani lainnya mengatakan, kenaikan harga pupuk bersubsidi akan membuat petani kian tersudut. Pasalnya, harga gabah hasil panen yang diterima petani rata-rata masih dibawah HPP gabah yang ditetapkan pemerintah. “Kalau pupuk naik, jelas petani mengeluh, karena harga penjualan gabah sekarang tidak sesuai dengan (naiknya) harga pupuk.” (Ms/Er)

Harga Pupuk Naik, Distribusi Tidak Asal Drop

Jombang – Harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi secara resmi naik antara 30 – 35 persen mulai 9 April 2010. Menanggapi hal ini, Dinas Pertanian Kabupaten Jombang mengaku tidak melakukan antisipasi khusus.


Menurut Suhardi, kepala Dinas Pertanian Jombang, sebelum menaikkan HET pupuk bersubsidi, pemerintah pusat sudah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2009, tentang naiknya HPP gabah sebesar 15%. Sehingga, kenaikan HET pupuk diyakini tidak banyak berpengaruh pada petani. 



“Pemerintah (pusat) itu sudah mengantisipasi dengan menaikkan HPP sebelum harga pupuk dinaikkan,” ujar Suhardi, Kamis (15/4).


Suhardi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan pupuk, saat ini ketersediaan pupuk bagi petani di Kabupaten masih mencukupi. Ketersediaan pupuk ditambah dengan sisa pupuk pada masa tanam sebanyak 6.000 ton.


Nantinya, lanjut Suhardi, dalam mendistribusikan pupuk pihaknya akan melakukan pendistribusian sesuai dengan kebutuhan petani. Jika dalam satu Kecamatan tidak membutuhkan pupuk, distributor tidak akan mengirimkan pupuk ke Kecamatan tersebut. “Stok tidak akan kurang, karena kita mendistribusikan pupuk itu berdasarkan kebutuhan. Berbeda dengan yang dulu, kalau dulu asal di drop saja sesuai jatahnya.” (Ms/Er)



Thursday, 15 April 2010

Petani Tana Toraja Belajar Pembuatan Pupuk Organik

Jombang – ‘Belajarlah sampai ke negeri Cina’. Ungkapan itu diwujudkan oleh petani asal Tana Toraja Sulawesi Selatan dengan belajar pertanian organik ke Jombang.

Wirianus Beslar, petani asal Desa Bua’ Tarrung, Kabupaten Tana Toraja bersama sejumlah petani belajar membuat pupuk organik pada petani asal Desa Pulorejo, Tembelang, Jombang, Kamis (15/4).

Acara belajar organik yang digelar di rumah Ngatiman, ketua kelompok tani Dusun Sarirejo, Beslar mengaku banyak mendapat pelajaran baru. Salah satunya adalah tentang bongkot pisang yang rupanya bisa menjadi zat mujarab sebagai perangsang pertumbuhan padi. “Saya baru tahu kalo bongkot pisang itu ada fungsinya” ujarnya tulus.

Di akhir kunjungannya Beslar mengaku puas atas pengalaman yang telah didapatkannya di Jombang. Kini tekadnya semakin kuat untuk memperjuangkan bertanam secara organik di kampung halamannya. (Mtb)




Wednesday, 14 April 2010

KREDIT USAHA PERTANIAN


Tersedia Beragam Kredit, Tidak Banyak Petani yang Mampu Meraih


Jombang - Kendala modal sering dikeluhkan petani dalam menggarap lahan pertanian. Beragam kredit yang disediakan pemerintah ternyata tak kunjung menjadi solusi.


Program kredit lunak khusus untuk para petani sebenarnya sudah diluncurkan Pemkab Jombang melalui Bank milik daerah sejak tahun 2007. Selain itu, kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) juga diluncurkan pemerintah pusat melalui Bank Jatim, BRI dan BNI mulai tahun 2008.

Namun, menurut Mahmud, petani asal Tembelang, peluang kredit khusus bagi petani yang tersedia di Dinas Pertanian, Peternakan dan perkebunan, serta Industri, Perdagangan dan Koperasi masih sebatas kabar burung. 

Selama ini, dia tidak pernah bisa menikmati fasilitas kredit lunak yang diluncurkan pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat sejak tahun 2007 lalu. “Sepertinya (kredit) pinjaman itu diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja,” ujarnya, Senin (12/4).

Pernyataan berbeda dikatakan Sudarmaji, ketua Kelompok Karya Tani, Desa Pulorejo, Tembelang. Terbukanya peluang kredit lunak bagi petani pernah ia rasakan bersama anggota kelompoknya. Namun, fasilitas tersebut kini tidak lagi bisa dirasakan karena mandeknya pengembalian kredit dari petani. 

“Dulu itu dapat Rp 50 juta dan sudah dipinjamkan ke petani. Tapi susahnya itu, petani ada yang langsung mengembalikan waktu panen dan ada juga yang tidak mengembalikan sampai sekarang. Jadi uangnya masih nyantol dan belum berputar,” terangnya.

Sudarmaji mengungkapkan, untuk memperoleh kredit sebenarnya tidak sulit. Petani cukup menyerahkan proposal pengajuan, KTP, catatan luas lahan dan kebutuhan modal. Sedangkan untuk agunan, petani dapat menyerahkan STNK, BPKB ataupun sertifikat tanah. “Sebenarnya, pengajuan pinjamannya lumayan gampang, cuma menyetorkan proposal, KTP, luas lahan yang butuh modal,” ujarnya.

Namun, kemudahan mengakses kredit bagi petani tersebut tidak dirasakan Sugianto, petani asal Desa Pulorejo. Selama ini, dia lebih mengandalkan jasa perbankan umum untuk memenuhi kebutuhan modal usaha bertani. “Saya belum pernah dapat pinjaman apapun dari pemerintah atau juga dari kelompok tani. Katanya sih ada, tapi saya belum pernah merasakan. Ditawari juga nggak pernah,” aku dia. (Ms/Er)




Monday, 12 April 2010

PERTANIAN

 

Harga Pupuk Naik, Nasib Petani Kian Suram

Jombang – Naiknya harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 35% mulai 9 April 2010, membuat nasib petani kian terpuruk. Kenaikan harga pupuk diyakini bakal menurunkan hasil pendapatan petani karena harga hasil panen tidak kunjung membaik.



Sudarmaji, Ketua Kelompok Karya Tani, Desa Pulorejo, Kecamatan Tembelang, Jombang mengatakan, kenaikan HET pupuk bersubsidi akan menimbulkan dampak serius bagi petani. Apalagi, kenaikan HET pupuk tidak diikuti dengan kesigapan pemerintah mengamankan harga hasil panen.

Menurut Sudarmaji, naiknya harga pupuk bersubsidi sebenarnya bisa difahami petani. Namun, kebijakan menaikkan HET pupuk bersubsidi selayaknya diikuti dengan menyeimbangkan harga jual hasil panen.

“Soal pupuk yang naik, petani menyadari saja karena subsidi (pupuk) dicabut. Tapi, pemerintah juga harus menjamin harga gabah waktu panen juga harus bagus. Karena kalau seumpama gabah tidak naik harganya, petani yang kalangkabut dan rugi,” kata Sudarmaji, Senin (12/4).

Sugianto, anggota tani Karya Tani, Desa Pulorejo mengungkapkan, kenaikan harga pupuk bersubsidi membuat petani kian tersudut. Pasalnya, harga gabah hasil panen yang diterima petani rata-rata masih dibawah HPP gabah yang ditetapkan pemerintah. “Kalau pupuk naik, jelas petani mengeluh, karena harga penjualan gabah tidak sesuai dengan harga pupuk. Jadi, penghasilan juga menurun,” ujarnya.

Menurut Sugianto, sebelum menetapkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2010, tentang harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan menaikkan HPP gabah sebesar 15% pada 1 Januari 2010. Namun, kenaikan HPP gabah tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Kalau kering giling itu harganya 2.700,- itu saja tidak ada yang mau beli. Sekarang malah lebih hancur. Kalau basah harganya Rp. 2.100,- Padahal, katanya pemerintah itu khan punya harga dasar sekitar 2.600,- itu.”

Ahmad, petani asal Desa Tanjung Wadung, Kecamatan Ploso mengatakan, secara matematis biaya produksi untuk lahan pertaniannya akan meningkat seiring dengan naiknya harga pupuk. Tidak stabilnya harga jual hasil panen, diyakini akan membuat dia dan petani lainnya semakin rugi. “Harga (pupuk) tidak naik saja kami sudah menderita, apalagi ada naik," katanya.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jombang, Sadar Estuwati berharap, pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan menaikkan HET pupuk bersubsidi. Keterpurukan petani pada saat ini seharusnya bisa menjadi pertimbangan pemerintah sebelum menetapkan kenaikan harga pupuk bersubsidi. (Ms/Er)



Sunday, 11 April 2010

PESTISIDA DARI BAHAN BAWANG PUTIH DAN CABAI

Bahan pembuatan pestisida alami :
1.Bawang putih 3 biji yang sudah dikupas kulitnya
2. Segenggam cabai merah
Alat yang digunakan :

1. Panci
2.1/4 sabun
Cara pembuatan :

Campur 3 biji bawang yang sudah dikupas dengan segenggam cabai  dan rebus dalam sepanci air.Tambahkan 1/4 sabun aduk rata kemudian biarkan selama sehari. Saring cairan tersebut dan gunakan 2 cangkir larutan tersebut untuk satu kali penyemprotan.
* Bawang putih merupakan insektisida, fungisida dan penolak hama. Sabun akan membantu penyemprotan  untuk melekat pada tanaman dan serangga. Gunakan larutan ini untuk aphid(kutu daun), ulat bulu dan ngengat.
* Bawang putih dan cabai secara alami akan menolak banyak serangga. Tanamlah disekitar pohon buah dan lahan sayur untuk membantu mengurangi masalah-masalah serangga.

* Bawang putih dapat digunakan secara terpisah sebagai bahan pestisida. 


"SEMOGA BERMANFAAT"

Monday, 5 April 2010

PERTANIAN


   JombangGerakan Revolusi Hijau bertujuan sejak tahun 1960-an bertujuan untuk mengantarkan Indonesia pada swasembada beras. Dengan bertumpu pada penggunaan teknologi Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi, serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur, Indonesia mampu menjadi Negara swasembada berasa pada tahun 1984 – 1989.


   Namun, gerakan Revolusi Hijau sejak beberapa tahun lalu mulai menuai kritik. Pasalnya, gerakan tersebut tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan. karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan.  

   Menanggapi kenyataan ini, sejumlah petani secara perlahan mulai meninggalkan cara-cara pengelolaan pertanian ala Revolusi Hijau. Diantara petani bahkan menggunakan metode pertanian seperti yang dilakukan sebelum masa revolusi hijau.

    Hudi, petani asal Dusun Sambigelar, Desa Pojok Kulon, Kecamatan Kesamben menuturkan, pada awal era pertanian Revolusi Hijau memang banyak memberikan keuntungan kepada petani. Hasil panen petani lebih meningkat serta masa tanam dan panen bisa lebih sering dilakukan.

    Namun, kondisi itu mulai berubah pada tahun 90-an. Konsep pertanian yang diusung oleh Gerakan Revolusi secara perlahan memberikan dampak negatif bagi petani. Selain hilangnya kedaulatan pertanian, kualitas lahan juga terus menurun.

    Hudi mengungkapkan, sekitar tahun 90-an, kondisi tanah pertanian sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan kualitas. Hal itu ditandai dengan tanah sawah yang ambles dan berwarna hijau. Turunnya kualitas lahan pertanian berdampak pada peningkatan biaya produksi seiring dengan meningkatnya kebutuhan pupuk.

    Untuk mengembalikan kesuburan tanah sawahnya, Hudi mulai menggunakan pupuk kompos untuk menyemai tanamannya. Usaha yang dilakukannya akhirnya membuahkan hasil. Biaya produksi bisa ditekan sedangkan hasil panen berangsur meningkat. “Ya (sekarang) turun biayanya dan dari tahun ke tahun itu ada peningkatan hasil panen,” tuturnya.

      Menurut Hudi, saat ini kondisi petani masih lebih baik dibanding sebelumnya. “Kalau dibanding waktu revolusi hijau ya mending sekarang, sekarang itu penjualan malah bisa berhubungan langsung dengan tengkulak luar daerah jadi bisa negosiasi harga,” ujar Hudi.

     Sarkawi, petani asal Kecamatan Bareng menuturkan, pada tahun 50-an, era sebelum revolusi hijau, kondisi tanah sangat subur. Meskipun tidak diberi asupan pupuk, namun tanaman bisa tumbuh dengan baik. “Hasil tanaman juga enak.” Jelas dia.

      Sarkawi menambahkan, penurunan kualitas lahan pertanian mulai dia rasakan pada tahun 80-an. Hal itu ditandai dengan maraknya penggunaan pupuk buatan pabrik dan bibit yang dibeli dari toko. “Kalau dulu mau nanam ya nanam aja. Tidak usah pakai apa-apa ya (tetap) baik,” kata pria yang kini hanya bisa menjadi buruh tani karena sudah kehilangan lahan.

      Baik Sarkawi dan Hudi, sepakat jika pengelolaan pertanian harus memperhatikan kondisi ekosistem agar kualitas lahan pertanian tidak terus mengalami penurunan.

Sunday, 4 April 2010

PERTANIAN ORGANIK

PERTANIAN ORGANIK
 
Definisi Organik
 
Pertanian Organik adalah suatu metode produksi pertanian dan peternakan yang lebih memilih untuk tidak menggunakan pestisida tertentu, pupuk kimia, GMO (Genetically Modified Organisms) / Rekayasa Genetik, Antibiotik, dan Hormon Pertumbuhan yang tidak diperbolehkan oleh Standar Organik (Organic Standards)
Prinsip utama produksi organik, dari Canada’s Organic Standards 2006, adalah termasuk dibawah ini:
 
  • Protect the environment, minimize soil degradation and erosion, decrease pollution, optimize biological productivity and promote a sound state of health.(Menjaga lingkungan hidup, meminimalkan perusakan tanah dan erosi, mengurangi polusi, mengoptimalkan produktifitas biologis dan meningkatkan faktor kesehatan)
  • Maintain long-term soil fertility by optimizing conditions for biological activity within the soil.(Memelihara kesuburan tanah untuk jangka panjang dengan mengoptimalkan kondisi aktifitas biologis pada tanah)
  • Maintain biological diversity within the system (Memelihara keberagaman biologis di dalam systemnya)
  • Recycle materials and resources to the greatest extent possible within the enterprise.(Dalam usahanya memanfaatkan sebanyak mungkin bahan-bahan recycle)
  • Provide attentive care that promotes the health and meets the behavioural needs of livestock (Mengusung pemeliharaan yang meningkatkan kesehatan dan memenuhi kebutuhan mendasar dari ternak)
  • Prepare organic products, emphasizing careful processing, and handling methods in order to maintain the organic integrity and vital qualities of the products at all stages of production.( Mempersiapkan produk-produk organik, menekankan proses yang hati-hati, dan menggunakan metode untuk mencapai pemeliharaan terhadap integritas organik dan kualitas vital produk pada setiap tahapannya)
  • Rely on renewable resources in locally organized agricultural systems (Berpegang pada sumber daya yang dapat diperbaharui didalam system agrikultur yang diorganisasi secara lokal)
 
Banyak petani organik percaya bahwa pertanian organik yang sukses  dimulai dari tanahnya, karena lahan dengan tanah yang sehat menghasilkan tanaman yang sehat, dan pada gilirannya menghasilkan ternak yang sehat begitu pula manusia yang mengkonsumsinya.
 
Pertanian organik mengusung penerapan rotasi penanaman dan tanaman pelindung dan penutup (cover crop), serta menjaga keseimbangan hubungan antara mangsa dengan predator. Residu organik serta nutrisi yang dihasilkan dari pertanian di sirkulasi kembali ke dalam tanah. Tanaman penutup (cover crop) dan kotoran kandang yang sudah dikomposkan digunakan untuk mempertahankan kandungan organik dan kesuburan tanah. Metode pengendalian hama dan penyakit tanaman secara preventative / pencegahan dijalankan disini, termasuk rotasi penanaman (crop rotation), gen tanaman yang diperbaiki dan ditingkatkan kemampuannya, serta varietas yang lebih tahan terhadap penyakit. Managemen hama dan tanaman liar serta sistem konservasi tanah adalah alat-alat yang sangat berharga pada pertanian organik.
 
Produksi makanan organik melarang penggunaan bahan cair yang pekat atau pupuk mineral majemuk sintetis, pestisida majemuk sintetis, zat pengatur tumbuh / hormon, radiasi ion, dan hal-hal yang berkaitan dengan rekayasa genetik.
 
Pemberian Sertifikat Organik melarang penggunaan bahan-bahan yang disebutkan diatas serta praktek-praktek yang berkaitan untuk waktu selama minimal 3 tahun.
Pertanian organik menimbulkan banyak tantangan. Beberapa hasil pertanian malah lebih menantang dibandingkan lainnya. Namun demikian, hampir seluruh komoditas pertanian dapat dilakukan dengan cara organik.