Tuesday, 19 January 2010
Kantor Ketahanan Pangan Bantah Warga Konsumsi Nasi Aking
Jombang – Kantor Ketahanan Pangan Jombang membantah bahwa ratusan warga Desa Pulosari, Kecamtan Bareng, Jombang yang mengkonsumsi nasi aking.
Kepala Kantor Ketahanan Pangan, Tjahyo Widodo melalui Kepala Seksi Pembinaan dan Pengendalian Mutu Produk Pangan Kabupaten Jombang, Nusantaran Wijaya mengatakan, kabar tentang adanya ratusan Kepala Keluarga (KK) yang mengkonsumsi nasi aking di Desa Pulosari itu tidak benar.
Menurut Nusantaran, pihaknya sudah melakukan pemantauan ke lokasi. Hasilnya, hanya sekitar dua KK saja yang mengkonsumsi nasi aking. “Pemberitaan itu tidak benar. Kami sudah melakukan pengecekan ke lokasi dan hanya ada dua keluarga yang mengkonsumsi nasi aking. Itupun bukan nasi aking karena dia hanya mengkonsumsi nasi jagung atau sego ampok,” bantahnya, Senin (18/1) siang.
Nusantaran menambahkan, berdasarkan keterangan Kepala Desa Pulosari, dua KK yang diketahui mengkonsumsi nasi aking tersebut telah tersentuh bantuan dari pemerintah, baik program raskin, BLT dan Jamkesmas.
Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang, Syaikhu mengatakan, masih adanya warga yang mengkonsumsi nasi aking karena tidak mampu membeli beras merupakan pukulan telak bagi pemerintah.
Menurut Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, meskipun hanya salah satu warga saja yang mengkonsumsi nasi aking, hal itu merupakan situasi yang tidak manusiawi. Apalagi, saat ini pemerintah tengah menggalakkan perbaikan pada program-program kesejahteraan rakyat. “Ya itu hal yang tidak manusiawi, karena disaat pemerintah sudah menurunkan program kesejahteraan seperti raskin, BLT, jaminan kesehtan ternyata masih ada warga yang mengkonsumsi nasi aking,” seru Syaikhu.
Dia berharap, sistem administrasi pemerintahan dari tingkat Desa, Kecamatan hingga Kabupaten segera diperbaiki. Sebab selama ini, kata Syaikhu, administrasi yang amburadul menyebabkan progam-program pemerintah seperti raskin, BLT, jaminan kesehatan serta program lainnya seringkali tidak tepat sasaran. (Er)
Harga Beras Mahal, Warga Konsumsi Nasi Aking
Jombang - Karena tidak mampu membeli beras, ratusan Kepala Keluarga (KK) di Desa Pulosari, Kecamatan Bareng, Jombang terpaksa memberi makan keluarganya dengan nasi aking. Nasi aking adalah sisa nasi yang telah dikeringkan kemudian dimasak kembali.
Menurut Purnomo, Ketua RW 04, Desa Pulosari, sebagian besar warganya yang berjumlah 120 KK terpaksa mengkonsumsi nasi aking. Pasalnya, warga tidak mampu membeli beras yang harganya mencapai Rp. 6.500,- per kilogram.
Meski sebagian besar warganya sudah menerima dana Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun jumlah dana tersebut tak cukup mampu membantu untuk memenuhi kebutuhan.
Purnomo berharap, kondisi yang dialami warga Desa Pulosari dapat segera direspon pemerintah. “Harapannya ya semoga pemerintah segera turun tangan dan member bantuan beras murah,” ujarnya, Minggu (17/1).
Suwanto, salah seorang warga mengatakan, harga beras yang terus naik membuat dirinya tak mampu memberi makan keluarganya secara layak. Pria yang bekerja sebagai buruh tani tersebut mengatakan, dana BLT yang diterimaya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan anaknya.
Sugiati, isteri Suwanto menjelaskan, persoalan gizi tidak menjadi pertimbangan penting bagi keluarganya. Harga bahan nasi aking yang hanya senilai Rp. 2.500,- perkilogram, membuatnya memilih mengkonsumsi nasi aking meski kadar gizinya rendah. “Soal gizi nomor dua, yang penting parut kenyang. Soalnya harga beras mahal,” ujarnya.
Untuk menambah variasi rasa dari nasi aking yang dimasak, jelas Sugiati, masakan nasi aking tersebut dicampur dengan singkong yang sudah dikeringkan atau dicampur dengan jagung. (Ms)
Menurut Purnomo, Ketua RW 04, Desa Pulosari, sebagian besar warganya yang berjumlah 120 KK terpaksa mengkonsumsi nasi aking. Pasalnya, warga tidak mampu membeli beras yang harganya mencapai Rp. 6.500,- per kilogram.
Meski sebagian besar warganya sudah menerima dana Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun jumlah dana tersebut tak cukup mampu membantu untuk memenuhi kebutuhan.
Purnomo berharap, kondisi yang dialami warga Desa Pulosari dapat segera direspon pemerintah. “Harapannya ya semoga pemerintah segera turun tangan dan member bantuan beras murah,” ujarnya, Minggu (17/1).
Suwanto, salah seorang warga mengatakan, harga beras yang terus naik membuat dirinya tak mampu memberi makan keluarganya secara layak. Pria yang bekerja sebagai buruh tani tersebut mengatakan, dana BLT yang diterimaya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan anaknya.
Sugiati, isteri Suwanto menjelaskan, persoalan gizi tidak menjadi pertimbangan penting bagi keluarganya. Harga bahan nasi aking yang hanya senilai Rp. 2.500,- perkilogram, membuatnya memilih mengkonsumsi nasi aking meski kadar gizinya rendah. “Soal gizi nomor dua, yang penting parut kenyang. Soalnya harga beras mahal,” ujarnya.
Untuk menambah variasi rasa dari nasi aking yang dimasak, jelas Sugiati, masakan nasi aking tersebut dicampur dengan singkong yang sudah dikeringkan atau dicampur dengan jagung. (Ms)
Saturday, 16 January 2010
Pertanian Tradisional Dapat Redam Efek Krisis Global
VHRmedia, Jakarta - Metode pertanian tradisional efektif melindungi masyarakat dari dampak krisis global. Pertanian berbasis masyarakat dapat digunakan sebagai sarana melawan pertanian industri yang merusak lingkungan.
Pandangan tersebut mengemuka dalam seminar "Gerakan Politik Hijau Merespons Krisis Global" yang diselenggarakan Sarekat Hijau Indonesia di Jakarta, Rabu (3/12).
Ketua Gerakan Petani Internasional (La Via Campessina) Henry Saragih mengatakan, pertanian berbasis keluarga lebih efisien dibandingkan pertanian industri. "Kapitalis tidak efisien. Karena pertanian tradisional, traktor besar tidak bisa masuk," ujarmnya.
Menurut Ketua Serikat Petani Indonesia, agar pertanian tradisional efektif, cara pandang yang menilai pertanian tradisional kelanjutan perbudakan harus dihapuskan. "Pertanian masyarakat adat kita jauh lebih efisien," ujarnya.
Henry menyebutkan, hanya Rp 500 miliar dari total APBN untuk pertanian Rp 17,5 triliun yang dibelanjakan untuk pengadaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Sisanya digunakan untuk pengadaan pupuk kimia yang merusak lingkungan.
Hendro Sangkoyo dari Sekolah Ekonomika Demokratik menilai perlawanan menggunakan cara protes tidak lagi efektif di tengah krisis global. Perlawanan harus dilakukan dengan politik alternatif yang menjadi lawan tanding arus modal.
Dia mengusulkan perjuangan alternatif dengan melawan politik tata ruang yang dimainkan pemilik modal. Dalam perlawanan itu diupayakan politik untuk melindungi ruang hidup masyarakat dari imbas perdagangan bebas. "Politik yang tidak membongkar ruang hidup," katanya. (E1)
Pandangan tersebut mengemuka dalam seminar "Gerakan Politik Hijau Merespons Krisis Global" yang diselenggarakan Sarekat Hijau Indonesia di Jakarta, Rabu (3/12).
Ketua Gerakan Petani Internasional (La Via Campessina) Henry Saragih mengatakan, pertanian berbasis keluarga lebih efisien dibandingkan pertanian industri. "Kapitalis tidak efisien. Karena pertanian tradisional, traktor besar tidak bisa masuk," ujarmnya.
Menurut Ketua Serikat Petani Indonesia, agar pertanian tradisional efektif, cara pandang yang menilai pertanian tradisional kelanjutan perbudakan harus dihapuskan. "Pertanian masyarakat adat kita jauh lebih efisien," ujarnya.
Henry menyebutkan, hanya Rp 500 miliar dari total APBN untuk pertanian Rp 17,5 triliun yang dibelanjakan untuk pengadaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Sisanya digunakan untuk pengadaan pupuk kimia yang merusak lingkungan.
Hendro Sangkoyo dari Sekolah Ekonomika Demokratik menilai perlawanan menggunakan cara protes tidak lagi efektif di tengah krisis global. Perlawanan harus dilakukan dengan politik alternatif yang menjadi lawan tanding arus modal.
Dia mengusulkan perjuangan alternatif dengan melawan politik tata ruang yang dimainkan pemilik modal. Dalam perlawanan itu diupayakan politik untuk melindungi ruang hidup masyarakat dari imbas perdagangan bebas. "Politik yang tidak membongkar ruang hidup," katanya. (E1)
Friday, 8 January 2010
Ratusan Hektar Sawah Di Kesamben Diserang Tikus
Jombang–Ratusan hektar sawah di Kecamatan Kesamben, Jombang diserang hama tikus. Akibat serangan hama tikus, para petani di 6 Desa di Kecamatan tersebut mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
Menurut Edy Danu Puspito, petani asal Desa Podoroto, Kesamben, hama tikus menyerang areal persawahan di Desa Podoroto, Pojok Kulon, Kedung Betik, Kedung Melati, Gumulan dan Jati Duwur, Kecamatan Kesamben.
Meski sudah dilakukan upaya penanggulangan hama tikus, namun langkah tersebut tidak berhasil dan tikus tetap menyerang benih padi yang baru ditanam beberapa hari kemarin. “Petani sudah melakukan beragai upaya penanggulanan. Diantarannya memasang jebakan dengan makanan, perburuan menggunakan anjing pelacak, memasang setrum dan membongkar pematang sawah. Namun upaya itu tidak berhasil,” ujar Danu.
Petani lainnya Faisal Asro mengatakan, sebelum menyerang benih padi, tikus sebelumnya juga sempat menyerang tanaman kedelai milik petani. Serangan hama tikus tersebut menyebabka petani menderita kerugian hingga ratusan juta rupiah. “Karena serangan tikus, kedelai terpaksa dipanen dini dan akhirnya petani rugi hingga ratusan juta rupiah,” katanya, Minggu (3/1).
Suhardi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk membantu petani memberantas hama tikus. Bantuan kepada petani juga sudah diberikan kepada petani dalam bentuk bantuan pestisida, obat pembasmi tikus dan anjing pelacak. “Sejauh ini pemerintah sudah mengucurkan total dana sebesar Rp. 200 juta, namun permasalahan tikus tidak kunjung selesai,” kata Suhardy. (Er)
Menurut Edy Danu Puspito, petani asal Desa Podoroto, Kesamben, hama tikus menyerang areal persawahan di Desa Podoroto, Pojok Kulon, Kedung Betik, Kedung Melati, Gumulan dan Jati Duwur, Kecamatan Kesamben.
Meski sudah dilakukan upaya penanggulangan hama tikus, namun langkah tersebut tidak berhasil dan tikus tetap menyerang benih padi yang baru ditanam beberapa hari kemarin. “Petani sudah melakukan beragai upaya penanggulanan. Diantarannya memasang jebakan dengan makanan, perburuan menggunakan anjing pelacak, memasang setrum dan membongkar pematang sawah. Namun upaya itu tidak berhasil,” ujar Danu.
Petani lainnya Faisal Asro mengatakan, sebelum menyerang benih padi, tikus sebelumnya juga sempat menyerang tanaman kedelai milik petani. Serangan hama tikus tersebut menyebabka petani menderita kerugian hingga ratusan juta rupiah. “Karena serangan tikus, kedelai terpaksa dipanen dini dan akhirnya petani rugi hingga ratusan juta rupiah,” katanya, Minggu (3/1).
Suhardi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk membantu petani memberantas hama tikus. Bantuan kepada petani juga sudah diberikan kepada petani dalam bentuk bantuan pestisida, obat pembasmi tikus dan anjing pelacak. “Sejauh ini pemerintah sudah mengucurkan total dana sebesar Rp. 200 juta, namun permasalahan tikus tidak kunjung selesai,” kata Suhardy. (Er)
Subscribe to:
Posts (Atom)